JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyebut gugatan uji materi batas usia capres-cawapres yang baru menjadi ‘angin segar’ usai Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK karena melanggar etik.
Anwar sempat memutus perkara uji materi bernomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.
Putusan itu lantas membuka jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra Presiden Joko Widodo sekaligus keponakan Anwar, maju sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.
Dengan terbuktinya Anwar melanggar etik, putusan perkara nomor 90 pun dipertanyakan keabsahannya.
Tak sedikit yang berharap agar gugatan baru yang diajukan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana, terhadap batas usia capres-cawapres dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023, segera diputus.
Baca Juga: Soal Gugatan Baru Usia Capres-Cawapres, Jimly: Komposisi Hakim Berubah, Putusannya Bisa Berubah
Terkait hal itu, Jimly menjelaskan, pengujian undang-undang di MK memiliki mekanisme sendiri. Perkara nomor 141 itu baru melalui tahap sidang pemeriksaan pendahuluan pada Rabu (8/11/2023).
Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadwalkan penetapan pasangan capres-cawapres pada 13 November 2023. Jimly menilai, tak cukup waktu bagi MK untuk memutus perkara itu.
Pun jika MK memaksakan diri untuk segera memutus perkara tersebut dan mengabulkan permohonannya, menurut dia, hal itu terlalu tendensius.
“Secara teoritis bisa aja, waktunya itu masih ada, tapi ini terlalu tendensius kalau dipaksakan. Karena pengujian undang undang itu paling cepat ya sebulan,” Jimly dalam acara Rosi yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (9/11/2023).
“Sidang pertama pendahuluan dulu, ada sidang panel beberapa kali, lalu pembuktian, sedangkan ini tinggal 3 hari,” sambungnya.
Baca Juga: Jimly Jelaskan Konsekuensi Jika MKMK Pecat Anwar Usman dari Jabatan Hakim Konstitusi: Tidak Efektif
Untuk itu, ia berpendapat, kalaupun gugatan perkara nomor 141 dikabulkan, baru akan berlaku pada pemilihan presiden (pilpres) selanjutnya, yakni tahun 2029.
Jimly menambahkan, perubahan ketentuan batas usia capres-cawapres akan menimbulkan konflik sosial yang berlarut-larut.
“Pasti ini digoreng. Kalaupun putusannya tidak akan berlaku sekarang, pasti digoreng untuk kampanye negatif, kampanye hitam. Itu masih marak. Tiga bulan (menjelang pemilu) itu pendek sekali, saya khawatir akan ada konflik sosial yang tidak berkesudahan,” paparnya.
Sebagai informasi, gugatan dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023 itu menyoroti putusan MK yang mengubah bunyi Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah."
Baca Juga: Ini Alasan Ketua MKMK Jimly Sebut Gugatan Baru Batas Usia Capres-Cawapres Berlaku untuk Pemilu 2029
Dalam gugatannya, Brahma Aryana meminta hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang bisa mendaftar capres-cawapres, dan tidak berlaku bagi kepala daerah yang levelnya di bawah gubernur.
Hal ini dilakukan agar ada kepastian hukum mengenai tingkat jabatan yang dimaksud dari diksi kepala daerah.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.