JAKARTA, KOMPAS.TV - Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono meminta keluarga prajurit TNI tidak memberikan tanggapan dalam bentuk apa pun mengenai hasil hitung cepat atau quick count saat Pemilu 2024 mendatang.
Yudo menjelaskan, tahun ini tim siber TNI akan dikerahkan untuk melacak prajurit TNI ataupun keluarga TNI yang memberi tanggapan terkait peserta pemilu hingga hasil hitung cepat. Hal ini merupakan komitmen TNI untuk bersikap netral di Pemilu 2024.
"Biasanya ini ibu-ibu ngelek-ngelek (menjelek-jelekkan) calon lain, ngelek-ngelek partai lain. Nah, ini enggak usah. Sampaikan ke keluarga kita baik istri maupun anak kita," ujar Yudo saat memberikan pengarahan kepada Pangkotama di jajaran TNI, Selasa (12/9/2023).
"Jangan sampai istri maupun anak berbuat seperti itu suami yang kena teguran, kena hukuman bahkan kena mutasi. Makanya sebelum masuk ke tahapan itu (hitung cepat), harus disampaikan," sambung Yudo.
Panglima TNI mengingatkan perkembangan teknologi, terutama media sosial, sangat cepat sekali.
Baca Juga: Pesan Panglima TNI ke Prajurit: Tidak Netral di Pemilu 2024 Bisa Kena Pidana Militer hingga Umum
Yudo tidak ingin gara-gara tidak sengaja memberikan tanggapan mengenai peserta pemilu atau partai peserta pemilu hingga hasil hitung cepat, kemudian menjadi viral dan berujung menyudutkan TNI tidak netral.
Selain melarang memberi tanggapan hasil hitung cepat, prajurit TNI ataupun PNS TNI dan keluarganya dilarang melakukan swafoto atau selfie dengan menggunakan simbol jari.
Menurut Yudo, hal tersebut berpotensi untuk memunculkan informasi yang diputarbalikkan sebagai bentuk dukungan ke pasangan calon peserta pemilu atau partai peserta pemilu.
"Lebih baik menjelang pemilu ini tahan diri dulu. Sudah pakai pakaian dinas, berfoto menggunakan simbol jari, ya ini mudah sekali ditangkapnya," ujar Panglima TNI.
Selain kedua poin tersebut, dalam pengarahannya Yudo juga mengingatkan lima implementasi netralitas TNI di Pemilu 2024.
Baca Juga: Momen Prabowo, SBY, Hingga Wiranto Nyanyi Bareng di Acara Purnawirawan TNI
Pertama, tidak memberikan atau memihak dukungan kepada partai politik dan pasangan calon presiden-wakil presiden, kepala daerah.
Kedua, tidak memberikan fasilitas, tempat atau sarana prasarana (sarpras) TNI sebagai sarana kampanye.
Ketiga, tidak memberikan arahan kepada prajurit atau PNS TNI terkait Pemilu.
Keempat, atasan/komandan tegas terhadap prajurit/PNS TNI yang terbukti terlibat politik praktis.
Kelima, prajurit TNI/PNS TNI yang mencalonkan diri sebagai caleg atau calon kepala daerah harus mengundurkan diri dari dinas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.