JAKARTA, KOMPAS.TV - Ahli Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi menilai opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mengindikasikan tidak adanya korupsi yang dilakukan.
Pendapat ahli tersebut dijelaskan di sidang lanjutan dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Senin (28/8/2023).
Diketahui, selama Lukas menjabat Gubernur Papua, daerah tersebut mendapat tujuh kali predikat WTP dari BPK.
Rully menjelaskan, dalam hukum administrasi, WTP sudah sangat jelas membuktikan tidak ada proses penyalahgunaan, penyimpangan anggaran.
Ia juga menambahkan, ketika secara administrasi tidak ada pelanggaran, dan tidak ada rekomendasi untuk ditindaklanjuti, maka penegak hukum sejatinya tidak bisa masuk.
Baca Juga: Debat Jaksa dan Ahli Meringankan Lukas Enembe di Persidangan, hingga Diingatkan Hakim
"Saya melihat hanya melihat secara undang-undang, beda dengan kaca mata auditor. Kalau WTP tuh wajar tanpa pengecualian, tidak ada korupsinya. Enggak mungkin ada WTP kemudian dinyatakan korupsi. Belum pernah saya melihat itu, Yang Mulia," ujar Rully di sidang lanjutan Lukas Enembe di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Terkait pendapat ahli tersebut, jaksa KPK mengingatkan ahli mengenai rilis dari BPK yang menyatakan opini WTP tidak menjamin satu daerah tersebut bebas dari korupsi, dan penyimpangan anggaran.
Selain itu, selama ini KPK juga menangani penyelenggara negara yang lembaganya mendapat WTP, tetap masuk sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi.
"Kalau kami di lapangan sudah sering melihat WTP ternyata di dalamnya ada korupsi," ujar jaksa KPK.
Dalam perkara ini, Lukas Enembe didakwa telah menerima suap dengan total Rp45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp1 miliar.
Baca Juga: Papua 8 Kali WTP dari BPK, Pengamat Sebut Tidak Ada Korelasi dengan Tindak Pidana Korupsi
Menurut jaksa KPK, uang puluhan miliar itu diterima Lukas bersama dengan mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum Papua, Kael Kambuaya dan eks Kadis PUPR Papua, Gerius One Yoman.
Lukas Enembe didakwa dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Selain suap dan gratifikasi, Lukas Enembe juga dijerat kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Untuk kasus TPPU, saat ini sedang bergulir di tahap penyidikan di KPK. Belakangan, lembaga antikorupsi itu mengatakan bahwa Lukas Enembe juga akan dijerat dengan dugaan korupsi penyalahgunaan dana operasional gubernur.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.