JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko merasa heran dengan pernyataan Rocky Gerung tentang pemerintah terutama Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Menurutnya, sebagai akademisi, Rocky bisa memilih diksi dalam menyatakan pendapat atau memberikan kritik.
Moeldoko menilai Rocky sebagai robot yang memiliki kecerdasan dan ketangkasan namun tidak memiliki hati nurani.
"Kalau saya membayangkan orang pinter enggak punya hati, ya robot itu. Dan robot itu biasa ada yang mengendalikan, ada yang me-remote. Cari sendiri siapa yang me-remote," ujar Moeldoko di Istana Kepresidenan, Kamis (3/8/2023).
Menurut dia, pernyataan Rocky di media sosial bukan lagi kritik, melainkan cenderung menyerang pribadi Presiden Jokowi dan hal ini tidak bisa ditoleransi.
Baca Juga: Presiden Tak Hiraukan Pernyataan Rocky Gerung, KSP soal Kesabaran Jokowi: ‘Hati Seluas Samudra’
Mantan Panglima TNI ini mengingatkan salah satu tugas dari KSP yakni menjaga kehormatan presiden dan meminta agar pernyataan yang cenderung menyerang tidak lagi berulang.
Sebagai prajurit TNI, kata dia, dirinya bisa mempertaruhkan nyawa di medan pertempuran tanpa kalkulasi. Apalagi menghadapi situasi seperti ini.
"Jadi jangan coba-coba mengganggu presiden. Saya ingin tegaskan itu. Dan nyata-nyata telah membawa situasi yang enggak baik. Seorang intelektual harus betul-betul bisa memberikan suri tauladan kepada anak cucu kita karena akan membawa preseden yang kurang baik ke depan," ujar Moeldoko.
Sebelumnya, pernyataan akademisi yang juga pengamat politik, Rocky Gerung, menjadi perhatian publik.
Pernyataan itu disampaikan Rocky dalam orasi di acara Konsolidasi Akbar Aliansi Aksi Sejuta Buruh bersama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (29/7/2023).
Baca Juga: Polda Metro Jaya Terima 3 Laporan Dugaan Penghinaan Oleh Rocky Gerung ke Presiden Jokowi
Awalnya Rocky menyinggung langkah Presiden Jokowi yang menurutnya pergi ke China untuk menawarkan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Namun dalam orasi tersebut, dia menyebut juga kata-kata "bajingan" dan "tolol" yang dinilai sebagai kata makian dan menghina presiden.
Potongan video tersebut kemudian ramai dibagikan melalui media sosial. Tidak hanya itu, video Rocky Gerung juga ditayangkan kembali oleh Refly Harun dalam saluran YouTube miliknya.
Menanggapi hal itu, kelompok relawan Jokowi yang menamakan diri sebagai Barisan Rakyat Jokowi Presiden (Bara JP) kemudian melaporkan Rocky Gerung ke Polda Metro Jaya.
Laporan diterima dengan nomor LP/B/4459/VII/2023/POLDA METRO JAYA pada Senin (31/7/2023).
Rocky dilaporkan atas pelanggaran UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca Juga: Tegas! KSP Moeldoko Minta Jangan Politisasi Ponpes Al Zaytun
Tak hanya Bara JP, Tim Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPP PDI Perjuangan (PDIP) resmi melaporkan Rocky Gerung ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana fitnah dan ujaran kebencian bermuatan SARA terhadap Presiden Jokowi pada Rabu (2/8/2023).
Rocky dilaporkan dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 14 dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.
Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/217/VIII/2023/SPKT/ Bareskrim Polri tanggal 2 Agustus 2023.
Salah satu pernyataan Rocky yang dinilai sebagai ujaran kebencian ialah soal upaya Presiden Jokowi melakukan penundaan Pemilu 2024 serta tidak mendukung kaum buruh.
Selanjutnya terkait pernyataan Rocky yang menyebut adanya hasutan untuk melakukan gerakan masyarakat atau "people power" mulai 10 Agustus 2023 jika Pemilu 2024 terhalang oleh ambisi presiden.
Baca Juga: Soal Rocky Gerung, Presiden Jokowi: Itu Hal Kecil, Saya Kerja Saja
Kemudian ada juga terkait pernyataan Rocky yang menyebut Presiden Jokowi berangkat ke China untuk menawarkan IKN untuk mempertahankan warisan atau legacy-nya.
Dalam laporan tersebut, Rocky dinilai telah melanggar Pasal 28 Ayat 2 UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.