Selain Romo Magnis, seminar ini juga menghadirkan dua guru besar lain, yakni Prof Dr Abdul Hadi WM (Universitas Paramadina) dan Prof Dr Hossein Muttaghi (al-Musthafa International University).
Prof Abdul Hadi memaparkan pengalaman dan praktik-praktik toleransi yang telah mandarah-daging dalam berbagai tradisi di Nusantara.
“Sungguh pun perilaku-perilaku intoleran atau kekerasan terjadi, hal itu bukan disebabkan oleh ajaran agama, melainkan didorong oleh faktor politik. Sebagai contoh, ekspansi kerajaan Mataram Islam ke kerajaan Madura yang notabenenya sesama muslim," kata Abdul Hadi.
Abdul Hadi juga menjelaskan bahwa identitas agama hadir sebagai gerakan yang radikal sebagai konsekuensi dan respons terhadap kolonialisme Belanda.
Sementara itu, Prof Husseim Mutatagi menjelaskan toleransi dan moderasi beragama dengan mengategorikan tiga kelompok pemikir muslim.
“Pertama, kelompok yang memandang bahwa agama harus menyesuaikan diri dengan kehidupan modern. Kelompok ini dikenal juga dengan kalangan modernis, seperti, Syed Ahmed. Kedua, kelompok yang cenderung kembali ke belakang. Kehidupan modern, bagi mereka, harus sesuai dengan ajaran agama. Kelompok yang memiliki cara pandang seperti ini ialah salafi. Ketiga, kelompok yang menginginkan agama sebagai solusi kehidupan modern," kata Hossein Muttagi.
“Jika agama tidak mampu mengambil peran itu, maka agama akan ditinggalkan. Pemikir muslim yang berada di sikap ini, yaitu Murtadha Muthahhari dan Nurcholish Madjid. Kedua tokoh ini berpegang tegung pada Islam dan Islam sebagai solusi."
Baca Juga: Konferensi Internasional Agama Hasilkan Deklarasi Jakarta, Ini Tiga Poin Utama Isinya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.