PALU, KOMPAS.TV - Kasus pemerkosaan anak di bawah umur dengan korban inisial RO (15) di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) tengah menjadi perhatian.
Terlebih, usai Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho menyebut peristiwa yang menimpa RO merupakan kasus persetubuhan anak di bawah umur, bukan pemerkosaan.
"Ini bukan kasus pemerkosaan, tetapi kasus persetubuhan anak di bawah umur,” kata Irjen Agus Nugroho dalam konferensi pers di Mapolda Sulteng, Rabu (31/5/2023).
Baca Juga: Dua Buron Kasus Pemerkosaan Anak 15 Tahun di Parigi Mutong Akhirnya Ditangkap, 1 Lainnya Masih DPO
“Tindakan para tersangka dilakukan sendiri-sendiri, dalam kurun waktu berbeda-beda tidak secara paksa melainkan ada bujuk rayuan dan iming-iming, bahkan dijanjikan menikah," tambah sang jenderal.
Sebagai informasi, sejak April 2022, RO diperkosa oleh 11 laki-laki dewasa yang menduduki profesi penting di daerah Parimo, seperti kepala desa, guru sekolah dasar, hingga anggota polisi.
Kasus tersebut telah dilaporkan sejak Januari 2023 lalu usai RO mengalami sakit di bagian perut. Belakangan diketahui, RO akan melakukan prosedur pengangkatan rahim karena mengalami infeksi.
Dengan dampak yang diderita RO serta kejinya aksi 11 laki-laki dewasa terhadap anak berusia 15 tahun itu pun membuat publik geram dan melakukan penolakan saat polisi menyebut kasus tersebut sebagai persetubuhan di bawah umur.
Baca Juga: Ipda MKS, Polisi yang Diduga Terlibat Kasus Pemerkosaan Anak di Parimo Akhirnya jadi Tersangka
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengaku miris dengan pernyataan politik terkait persetubuhan.
Bintang menyebutkan, pihaknya sudah menyediakan pelatihan agar ada kesepahaman dalam perkara anak.
"Kita sangat miris, ya, sebenarnya kita di kementerian memang ada pelatihan sehingga kita punya pemahaman yang sama dalam menangani kasus, apalagi anak," kata Bintang kepada awak media, Sabtu (3/6) di Gedung Kesenian Jakarta.
Baca Juga: Save The Children Desak Pemerintah Usut Tuntas Kasus Pemerkosaan Anak di Parimo
Pemerhati Anak dan Pendidikan Retno Listyarti menolak istilah "persetubuhan" dalam kasus RO. Dia mengatakan bahwa aktivitas seksual terhadap anak merupakan tindak pidana.
Meski anak dianggap setuju oleh pelaku untuk melakukan aktivitas seksual, hal itu tetap merupakan tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 76D Undang-Undang (UU) No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
"Bilang aja bahwa kejahatan seksual terhadap anak terjadi dalam kasus ini, dengan jumlah pelaku mencapai 11 orang," ujar Retno di Kompas Petang, Rabu (31/5).
Baca Juga: Kapolda Sulteng Klaim Kasus di Parimo adalah Persetubuhan Anak di Bawah Umur, UU Nyatakan Sebaliknya
Perkumpulan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) ikut menyayangkan istilah persetubuhan yang disematkan dalam kasus pemerkosaan di Parimo tersebut.
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mempertanyakan empati polisi terhadap korban. Dalam diskursus perlindungan anak, segala bentuk persetubuhan dengan cara apapun, kekerasan, ancaman, atau rayuan mutlak sebagai pemerkosaan atau Statutory Rape.
“Peningkatan pengetahuan polisi mengenai kekerasan seksual cukup minim. Sama sekali tidak sulit memahami ini dan berempati pada korban anak," ucap Maidina.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.