JAKARTA, KOMPAS.TV – Perbedaan menonjol Lebaran tahun ini dengan sebelumnya adalah adanya satu situasi kemanusiaan yang compang-camping, dan Lebaran kali ini menyingkap kegagalan menyejahterakan rakyat kecil.
Penilaian itu disampaikan oleh Sukidi Mulyadi, seorang pemikir kebhinekaan, dalam dialog Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (26/4/2023).
“Saya kira perbedaan menonjol pada Lebaran tahun ini adalah ditandai dengan satu situasi kemanusiaan yang compang-camping,” tuturnya.
Hal ini, kata Sukidi, semakin menjauhkan republik ini dari cita-cita yang telah diletakkan oleh para pendiri bangsa, bahwa republik ini didirikan untuk kebaikan bersama, untuk menegakkan harkat kemanusiaan yang satu dan setara.
“Karena itu, setelah hampir 78 tahun kita merdeka, Lebaran ini justru menyingkap suatu kegagalan kita dalam menyejahterakan rakyat kecil.”
“Akibat pandemi, kelompok kecil semakin merasakan penderitaan hidup, kemiskinan semakin meluas, stunting menjadi masalah bersama, dan pengangguran terjadi di mana-mana,” imbuhnya.
Baca Juga: PPP Resmi Dukung Ganjar Pranowo Jadi Bakal Capres, KIB Tetap Lanjut?
Persoalan-persoalan tersebut, menurutnya, semakin merefleksikan kegagalan kita sebagai bangsa untuk mewujudkan amanah yang telah diletakkan oleh para pendiri bangsa.
“Para pendiri bangsa memberikan amanah bahwa keadilan sosial harus ditegakkan,” kata Sukidi.
“Bahwa kesejahteraan itu harus menjadi milik rakyat, bukan milik penguasa, dan oleh karena itu kita harus berdiri dan tegak secara setara.”
Sementara, Fahri Ali, seorang pengamat politik Islam yang juga menjadi narasumber dalam dialog tersebut, menyebut bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang mencolok antara Lebaran tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: Pantai Ancol Masih Dipadati Wisatawan Domestik Selama Libur Lebaran Kelima | 26 April 2023
“Sebenernya sama aja, sih. Kalau bulan puasa yang lalu dan Lebaran 2022 kan juga dimanfaatkan oleh para politisi kan, untuk mengucapkan selamat Lebaran segala macam,” tuturnya.
“Tapi, dengan background politik, partai politik maksudnya, gitu. Sekarang lebih intensif.”
Lebaran, lanjut dia, dianggap sebagai momen untuk mengungkapkan aktivitas politik yang lebih religius dibandingkan saat bulan Ramadan.
“Jadi, dalam konteks sosiologis semacam ini, Lebaran itu sesuatu yang lebih rilis dibandingkan dengan saat puasa.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.