JAKARTA, KOMPAS.TV - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan jumlah transaksi pada puluhan rekening yang berkaitan dengan eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo mencapai lebih dari Rp 500 miliar. Namun, rekening itu kini telah dibekukan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, jumlah keseluruhan rekening yang diblokir lebih dari 40 dengan nilai mutasi rekening dari 2019 hingga 2023.
"Itu mutasi rekening pada rekening yang kami bekukan. Bukan nilai dana. Itu hanya terkait RAT dan pihak-pihak yang kami duga terkait (individu atau badan hukum)," kata Ivan, Selasa (7/3/2023).
PPATK mengendus adanya peran pencuci uang profesional dalam kasus yang melibatkan Rafael Alun ini.
Terkait penemuan pusaran uang Rafael Alun oleh, PPATK, Kepala PPATK 2022-2011 Yunus Husein mengungkapkan adanya tak keseimbangan antara gaji dan laporan LHKPN dari Rafael.
Baca Juga: PPATK Sebut Puluhan ATM Rafael Alun dan Keluarganya yang Diblokir Simpan Uang Bernilai Signifikan
Ia menyebutkan penemuan ini juga berarti menjadi setengah langkah PPATK untuk melimpahkan hasil analisis kekayaan Rafael Alun kepada penyidik
"Memang ada yang tidak seimbang antara income dan laporan LHKPN dari yang bersangkutan. Ini kan sudah hasil analisis PPATK, artinya sudah setengah matang," ujarnya dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Kamis (9/3/2023).
Yunus mengatakan KPK yang akan melakukan penyelidikan untuk memperjelas adanya tindak pidana dalam kasus tersebut.
"Penyidiknya, KPK harus melakukan penyelidikan dalam rangka memperjelas tindak pidana di sini, dengan mencari dua alat bukti. Bukti permulaan, kalau sudah ada alat bukti dari unsur-unsur yang diduga, misal gratifikasi atau suap bisa naik ke penyidikan. Ada pidana, ada calon pelakunya," ucapnya.
Baca Juga: KPK Panggil Pegawai Pajak Wahono Saputro, Telusuri Kepemilikan Saham Istrinya di 2 Perusahaan Rafael
Kasus eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini membuat Pengamat Perpajakan UPH Ronny Bako mempertanyakan tindakan atasan di direktorat jenderal di bawah Kementerian Keuangan itu.
Ronny mengatakan pelaporan pajak bagi pegawai DJP dilakukan lebih awal dengan batas 28 Februari. Seharusnya kasus yang menjerat Rafael Alun tidak seharusnya terjadi karena atasan akan tahu siapa melapor apa.
"Setahu saya, praktik di Kementerian Keuangan untuk pajak pegawai itu 28 Februari. Didahulukan daripada umumnya. Itu jika dilaporkan biasanya atasan langsung akan tahu siapa sudah melapor apa, bahkan mereka juga bisa memeriksa," kata Ronny.
"Yang saya sayangkan adalah kebiasan itu sudah dilakukan bertahun-tahun, tapi masih ada bolongnya. Artinya melaporkan ke atasan langsung itu hanya masuk ke laci, tidak diperiksa kelayakannya," tuturnya.
Baca Juga: Pengamat Pajak: Rafael Alun Pasti Dibantu Teman atau Gengnya
"Padahal ada statemen di SPT setiap wajib pajak harus melaporkan dengan benar. Jika tidak benar berarti ada sanksinya. Pertanyaannya adalah atasannya kenapa tidak memeriksa?" tanya Ronny.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya "geng" di lingkungan Ditjen Pajak. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, akan memeriksa pegawai pajak untuk melihat bagaimana pola ‘geng’ tersebut bekerja.
Pahala mengatakan Rafael Alun memiliki banyak teman di lingkungan Ditjen Pajak.
KPK juga mengendus adanya pola yang digunakan kelompok tersebut dalam menyamarkan kekayaan mereka.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.