JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum pidana, Firman Wijaya, menyesalkan konflik yang terjadi antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait tuntutan jaksa terhadap terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E.
"Terus terang, saya menyesalkan konflik kelembagaan antara kejaksaan dengan LPSK. Ini menunjukkan tidak adanya sistem koordinasi yang jelas dalam sistem peradilan pidana," kata Firman dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (19/1/2023).
Seperti diberitakan, LPSK menyayangkan tuntutan jaksa terhadap Eliizer yang lebih berat dibandingkan dengan terdakwa lainnya yang juga istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Baca Juga: Putri Candrawathi Dituntut Lebih Rendah dari Eliezer, Kriminolog UI: Jaksa Nilai Perannya Tak Aktif
Meski berstatus justice collaborator (JC), Eliezer tetap dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa.
Richard Eliezer dinilai terbukti melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, tiga terdakwa lainnya yaitu Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal, masing-masing dituntut 8 tahun penjara. Sedangkan terdakwa Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup.
"Kami berharap begitu (diringankan). Jadi, sejak kami memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada Bharada E sebagai JC, kita kemudian melakukan upaya untuk bisa memenuhi tiga hal yang menjadi hak JC yakni pengamanan, perlindungan, pengawalan itu dilakukan oleh LPSK dan itu kita laksanakan sampai sekarang," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2023), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Kasus Brigadir J, LPSK Minta Jaksa Revisi Tuntutan Hukuman untuk Richard Eliezer Jadi Paling Rendah
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.