JAKARTA, KOMPAS.TV – Amoeba pemakan otak atau Naegleria fowleri telah memunculkan kasus kematian di tiga negara, yakni Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Pakistan.
Terbaru yang ramai dibicarakan adalah kasus di Korea Selatan yang melaporkan kasus kematian pertamanya pada Senin (26/12/2022).
Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) mengkonfirmasi, seorang warga berusia 50 tahun meninggal dunia setelah kembali dari Thailand, dikutip dari Korea Herald.
Pria itu kembali ke Korea Selatan pada 10 Desember 2022 setelah empat bulan bertugas di sana. Ia kemudian dirawat di rumah sakit keesokan harinya dan meninggal Rabu pekan lalu.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menegaskan, belum ada temuan kasus infeksi amoeba pemakan otak di Indonesia.
"Sampai saat ini belum ada laporan dari fasilitas kesehatan maupun organisasi profesi yang melaporkan adanya kasus ini," ujarnya, Kamis (29/12/2022), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Geger Korea Selatan Laporkan Kasus Kematian Pertama Akibat Amoeba Pemakan Otak
Amoeba pemakan otak merupakan spesies yang ditemukan pertama pada 1965 dengan nama resmi Naegleria fowleri.
Dengan ukuran yang sangat kecil, amoeba pemakan otak hanya bisa dilihat menggunakan mikroskop.
Terkait dengan gejala, Nadia mengatakan, meningoesenfalitis amoeba primer (PAM) atau infeksi Naegleria fowleri setidaknya memiliki gejala yang dirasakan mulai 1-14 hari setelah terinfeksi.
Gejalanya termasuk kebingungan, kurang perhatian terhadap orang-orang sekitarnya, kehilangan keseimbangan, kejang, dan halusinasi.
Setelah awal gejala, penyakit berkembang dengan cepat dan biasanya menyebabkan kematian dalam waktu 3-7 hari.
Lantaran infeksinya berkembang cepat, sebagian besar penderita sudah terlebih dahulu meninggal sebelum sempat diagnosis.
Sementara, mengutip dari CDC, gejala pertama PAM biasanya dimulai sekitar 5 hari setelah infeksi, tetapi dapat dimulai dalam 1 hingga 12 hari. Kemungkinan gejalanya termasuk sakit kepala, demam, mual, atau muntah.
Gejala selanjutnya bisa berupa leher kaku, kebingungan, kurang perhatian pada orang dan lingkungan sekitar, kejang, halusinasi, dan koma.
Setelah gejala dimulai, penyakit berkembang pesat dan biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sekitar 5 hari. Namun, kematian juga bisa terjadi dalam 1 sampai 18 hari.
Biasanya, amoeba ini ditemukan di air tawar yang hangat, seperti danau, sungai, mata air panas, dan tanah.
Melansir dari CDC, Naegleria fowleri adalah organisme yang menyukai panas (termofilik), artinya tumbuh subur dalam panas dan menyukai air hangat.
Habitat paling baiknya pada suhu tinggi hingga 115 derajat fahrenhait (46 derajat celcius) dan dapat bertahan dalam waktu singkat pada suhu yang lebih tinggi.
Naegleria fowleri menginfeksi manusia ketika air yang mengandung amoeba masuk ke tubuh melalui hidung. Hal ini biasanya terjadi saat orang berenang, menyelam, atau saat mereka meletakkan kepala di bawah air seperti di danau dan sungai.
Baca Juga: Korban Tewas Amoeba Pemakan Otak Baru Pulang dari Thailand, Malaysia Langsung Peringatkan Warganya
Amoeba yang masuk lewat hidung kemudian berjalan ke otak dan menghancurkan jaringan otak, serta menyebabkan infeksi yang disebut meningoensefalitis amebik primer (PAM). PAM hampir selalu berakibat fatal.
Infeksi amoeba pemakan otak ini juga dapat terjadi ketika orang menggunakan air keran yang terkontaminasi untuk membersihkan hidung mereka.
Hingga kini, belum ada bukti bahwa Naegleria fowleri dapat menyebar melalui uap air atau tetesan aerosol (seperti kabut shower atau uap dari alat pelembab udara).
Adapun tingkat kematian orang yang terinfeksi amoeba pemakan otak adalah lebih dari 97 persen. Hanya empat orang yang selamat dari 154 orang yang diketahui terinfeksi di Amerika Serikat dari tahun 1962 hingga 2021.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.