“Kalau menurut saya, ini masih sangat setengah hati. Gagal berangkat dari keinginan untuk menjadi hukum yang betul-betul lepas dari kolonialisme.”
Ia mencontohkan pasal tentang demonstrasi tanpa pemberitahuan, yang sebenarnya sudah tercantum dalam Pasal 510 dan 511 KUHP lama, tapi tidak berlaku lagi sejak tahun 1999, kini justru diberlakukan kembali.
“Pasal lama di 510 dan 511 di KUHP yang sekarang berlaku, yang peninggalan kolonial, yang nyatanya sudah tidak berlaku, sekarang jadi berlaku lagi.”
“Malah yang tadinya sejak 1999 sudah tidak diberlakukan,” tuturnya.
Bivitri juga menyoroti pasal-pasal tentang delik pers dan penyebaran berita bohong, yang juga masih ada dalam KUHP baru.
“Saya ingin bilang bahwa dalam melihat KUHP ini kita harus mempertimbangkan paradigmanya.”
“Kita bisa bilang bahwa ini hanya bisa diadukan oleh keluarga, misalnya tentang kohabitasi,” lanjut Bivitri.
Baca Juga: Interupsi dan “Walk Out” Warnai Pengesahan RKUHP di Paripurna DPR
Tapi, kata dia, kita harus pertanyakan lebih lanjut, mengapa pasal-pasal itu tetap ada dan dipertahankan.
“Kalau memang tidak mau digunakan sehingga dimoderasi sedemikian rupa, kenapa tidak dicabut saja.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.