"Beliau jawab bisa, tapi syaratnya harus all out, baik dari sisi anggaran, regulasi di mana pesawat yang digunakan tidak boleh terbang di malam hari dan lain-lain," tulisnya dalam unggahan lewat akun Instagram pribadinya, Kamis (24/11/2022).
Luhut menjelaskan, dalam pemaparan tim khusus ini, ada sebelas penerbangan yang membawa 29 ton garam untuk modifikasi cuaca agar jamuan makan malam KTT G20 berjalan lancar dan tidak terkendala hujan.
Dengan data BMKG, empat pesawat TNI AU bergerak ke titik yang berpotensi hujan dan selanjutnya menabur garam untuk memodifikasi cuaca.
Baca Juga: Jauh Lebih Mahal Daripada Bayaran Mbak Rara, Segini Biaya Jasa Pawang Hujan di Luar Negeri
Butuh kecermatan dan perhitungan matang untuk mengetahui ketebalan awan dan berapa jumlah garam yang harus ditabur. Ini semua, kata Luhut, diperlukan agar hujan tidak menyebar.
Mendengar seluruh pemaparan dan diskusi membuat Luhut sadar pentingnya lembaga yang secara khusus mengembangkan teknologi modifikasi cuaca untuk kepentingan bangsa.
Apalagi jika melihat mata anggaran di beberapa kegiatan pemerintah, Luhut mengatakan, tim khusus TMC mendapat porsi anggaran yang paling kecil, padahal peranannya sangat penting.
"Saya sampai pada satu kesimpulan bahwa sains dan teknologi sebesar ini perlu lembaga khusus yang menaungi teknologi modifikasi cuaca. Karena saya dengar dari pemaparan beliau (Tri Handoko, red), negara lain seperti Thailand punya lembaga khusus TMC dengan pertangungjawaban kepada Raja," ujar Luhut.
"Sebagai manusia tugas kita hanya bekerja, hasilnya bukan kuasa kita. Semoga ke depan bangsa Indonesia bisa semakin menguasai teknologi ini," sambungnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.