Kompas TV nasional hukum

Ini Alasan Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi Putri Candrawathi di Kasus Pembunuhan Brigadir J

Kompas.tv - 20 Oktober 2022, 11:49 WIB
ini-alasan-jaksa-minta-majelis-hakim-tolak-eksepsi-putri-candrawathi-di-kasus-pembunuhan-brigadir-j
Suasana sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan terdakwa Putri Candrawathi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022). (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan meminta majelis hakim menolak seluruh nota pembelaan atau eksepsi terdakwa Putri Candrawathi.

Seperti diketahui, Putri Candrawathi merupakan terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Baca Juga: JPU Tanggapi Eksepsi Penasihat Hukum Putri Candrawathi soal Pemisahan Berksa Perkara

“Menolak seluruh dalil eksepsi atau nota keberatan dari pensihat hukum terdakwa Putri Candrawathi,” kata jaksa Erma Normawati di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022).

Jaksa menjelaskan alasannya menolak eksepsi Putri Candrawathi karena tidak berdasar hukum. Karenanya, patut ditolak oleh majelis hakim.

"Seluruh keberatan yang diajukan terdakwa dan penasihat hukum tidak berdasar hukum dan patut ditolak," ucqp jaksa.

Sebaliknya, jaksa meminta majelis hakim menerima surat dakwaan penuntut umum nomor register perkara PDM-246/JKTSL/10/2022 tanggal 5 oktober 2022 karena telah memenuhi unsur formil dan meteriil.


 

“Menyatakan pemeriksaan terdakwa Putri Candrawarthi tetap dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan nomor register perkara PDM-246/JKTSL/10/2022 tanggal 5 oktober 2022,” ujar jaksa.

“Menyatakan Putri Candrawathi tetap berada di dalam tahanan."

Sebelumnya, kuasa hukum Putri Candrawathi menilai, penuntut umum mengabaikan keterangan psikologi forensik tentang kondisi mental Putri atas dugaan kekerasan seksual yang terjadi di rumah Magelang.

"Dengan pengesampingan fakta yang krusial oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaan tersebut dapat mengaburkan peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada terdakwa Putri Candrawathi," ucap kuasa hukum Putri, Novia Gasma, membacakan eksepsi di PN Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).

Baca Juga: Sama dengan Putri Candrawathi, Sidang Putusan Sela Ferdy Sambo Digelar 26 Oktober

Dalam eksepsinya, Putri menyatakan, kekerasan seksual yang terjadi di Magelang sudah terkonfirmasi berdasarkan beberapa bukti. Bukti yang pertama adalah keterangan Putri yang telah disampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tanggal 26 Agustus 2022.

Lalu, hasil pemeriksaan psikologi forensik Nomor 056/EHPPF/APSIFOR/IX/2022 tertanggal 6 September 2022.

Kemudian, keterangan psikolog Reni Kusumo Wardhani dalam BAP-nya tanggal 9 September 2022, dan bukti petunjuk atas bukti tidak langsung (circumstantial evidence) yang membuktikan kondisi Putri tidak berdaya di depan kamar mandi lantai 2.

Dalam pemeriksaan oleh psikolog tersebut, didapatkan informasi yang konsisten dari Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo.

"Didapatkan informasi yang konsisten dari Putri dan Ferdy Sambo, menurut Putri Candrawathi telah terjadi kekerasan seksual tersebut merupakan suatu tindakan yang tidak diduga serta tidak dikehendakinya yang menurut Putri Candrawathi dilakukan oleh Nofriansyah Yosua Hutabarat," ucap Novia.

Selain itu, berdasarkan pemeriksaan, ditemukan adanya kondisi psikologis yang buruk pada Putri berupa simtom depresi dan reaksi trauma yang akut.

Dari integrasi hasil tes, tidak ada indikasi ke arah malingering atau tidak melebih-lebihkan kondisi psikologis yang dialami.

"Informasi yang disampaikan Putri Candrawathi yang menurut Putri Candrawathi dirinya mengalami kekerasan seksual oleh Nofriansyah Yosua Hutabarat berkesesuaian dengan indikator keterangan yang kredibel," ujarnya.

Pengabaian keterangan-keterangan tersebut oleh Jaksa disebut mencederai aspek esensial surat dakwaan.

Padahal, surat dakwaan merupakan dasar atau landasan dalam rangka pemeriksaan tindak pidana serta sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan oleh Majelis Hakim.

Lebih dari itu, menyebabkan tidak tercapainya rasa keadilan bagi semua pihak, baik bagi terdakwa ataupun korban.

"Berdasarkan uraian tersebut, perlu dipertanyakan kenapa Penuntut Umum tidak menguraikan dan bahkan menghilangkan sebagian rangkaian peristiwa penting sehingga rangkaian peristiwa tersebut tidak utuh dan lengkap," ujar Novia.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x