JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan bentuk tim mencari dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir, dibandingkan membentuk tim pencari Bjorka, hacker atau peretas yang klaim bocorkan data pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komite Solidaritas Kasus Munir (KASUM) sekaligus Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti.
Ia pun menanggapi upaya pemerintah yang membentuk tim khusus untuk menghadapi serangan hacker Bjorka.
Menurutnya, labih baik Presiden bikin tim mencari dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Munir.
"Jokowi bukan malah membuat tim untuk mengejar Bjorka, tapi Jokowi harusnya membuat tim untuk mencari di mana dokumen TPF," kata Fatia saat konferensi pers di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Dokumen TPF kasus pembunuhan Munir, kata Fatia, penting untuk dikembalikan dan segera diumumkan kepada publik.
Hal ini, lanjut Fatia, agar para aktor kejahatan HAM bisa segera diperiksa dan diadili.
"Segera selesaikan dan memerintahkan Kejagung atau kepolisian untuk melakukan PK (peninjauan kembali) atau melakukan sebuah pencarian dokumen atas dokumen TPF itu sendiri, agar kasus bisa dibuka kembali dan Muchdi bisa kembali diperiksa sebagai salah satu tersangka," papar dia.
Baca Juga: Motif Bjorka Dinilai Aneh, Pakar Siber: Saya Pikir Ini Nggak Mungkin Hacker Beneran
Baca Juga: Bareskrim Polri Gabung Tim Khusus Usut Hacker Bjorka, Ada Data Negara Diretas
Dilansir kompas.com hilangnya dokumen TPF pembunuhan Munir baru diketahui pada pertengahan Februari 2016, yakni pada saat KontraS mendatangi kantor Sekretariat Negara (Setneg) meminta penjelasan dan mendesak supaya hasil laporan TPF segera diumumkan.
Kontras bersama istri Munir, Suciwati, mendaftarkan permohonan sengketa informasi ke KIP, mendesak Kementerian Sekretariat Negara mengumumkan Laporan TPF Kasus Munir.
KontraS berharap KIP bisa memecahkan kebuntuan dalam penuntasan kasus Munir, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Alasan Kontras, KIP memberikan energi positif di tengah menghadapi tantangan sulitnya masyarakat dalam mengakses dan mendapatkan informasi dari Lembaga Publik Negara tanpa alasan yang jelas
Persidangan perdana KIP mengenai Laporan TPF Munir dilakukan pada 22 Juni 2016. Akan tetpai, sidang perdana itu ditunda karena ketidakhadiran Kemensetneg yang beralasan sedang menyiapkan dokumen persidangan.
Dalam sidang perdana itu, Kontras yang diwakili Haris Azhar mengungkapkan bahwa pada 17 Februari 2016 Kontras mengajukan permohonan ke Setneg untuk segera mengumumkan laporan TPF Munir.
Namun, permohonan itu ditolak dengan alasan tidak menguasai dokumen yang dimaksud. Sidang kemudian berlanjut dengan mengungkap sejumlah fakta menarik.
Di antaranya, dalam sidang keenam pada 19 September 2016, Kepala Bidang Pengelola Informasi Publik Kemensetneg, Faisal Fahmi, menyangkal jika Kemensetneg menyimpan laporan hasil investigasi TPF Kasus Munir.
Kemensetneg, kata Faisal, hanya menerima laporan terkait administrasi, misalnya anggaran.
Sementara laporan terkait hasil investigasi TPF terkait pembunuhan Munir tidak disimpan Kemensetneg.
Baca Juga: Peringatan 15 Tahun Kematian Munir, Kontras: Presiden Seharusnya Bisa Buka Hasil TPF Munir
Sebelumnya seperti diberitakan, banyaknya kasus peretasan oleh hacker Bjorka membuat pemerintah membuat tim demi menjaga data.
Kemudian, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri turun tangan masuk ke dalam tim tersebut. Hal itu disampaikan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. Bareskrim bergabung dalam tim khusus bentukan pemerintah.
"Iya, tim Siber Bareskrim Polri sudah masuk dalam tim terpadu," kata Dedi, dikonfirmasi Kompas.com pada Selasa (13/9/2022).
Dedi menyebut Bareskrim masih menunggu "update dari Siber."
Pemerintah pada Senin (12/9/2022) sudah membentuk tim khusus untuk menangani kasus peretasan data, seperti dijelaskan Menteri Komunikasi dan Infromatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
“Perlu ada emergency response team untuk menjaga data, tata kelola data, yang baik di Indonesia dan untuk menjaga kepercayaan publik,” kata Johnny.
Tim khusus tersebut diisi oleh Badan Intelijen Negara (BIN), Kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) serta Polri.
Pembentukan tim khusus terjadi setelah adanya rapat internal yang melibatkan Menkominfo bersama Presiden Jokowi, Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala BSSN Hinsa Siburian serta Wakil Presiden Ma'ruf Amin, di Istana negara, pada hari yang sama.
Hingga kini, beberapa pejabat telah disebar data pribadinya oleh hacker Bjorka, seperti Johnny G. Plate, Puan Maharani (Ketua DPR RI), Erick Tohir (Menteri BUMN) dan Luhut Binsar Pandjaitan (Menko Marvest) serta Mahfud MD (Menkopolhukam).
Sumber : Kompas TV/kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.