JAKARTA, KOMPAS.TV – Private party tak berizin seperti yang terjadi di Depok, Jawa Barat, berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum, mulai dari perkelahian hingga peredaran narkoba.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mammoto mengatakan, banyak hal yang bisa terjadi akibat pelaksanaan private party tak berizin.
“Yang pertama, karena tidak berizin, maka banyak hal bisa terjadi, khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, apakah nanti seks bebas, narkoba, minuman keras,” jelasnya dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Selasa (7/6/2022).
“Dan itu potensial, karena tidak ada izin, bisa terjadi perkelahian, pembunuhan, dan sebagainya, sebagai efek dari narkoba.”
Hal semacam itu, kata Benny, perlu menjadi perhatian semua pihak. Sebab, menurut dia, jika pelaksanaan private party semacam itu lolos sekali, biasanya akan diikuti dengan private party berikutnya dengan berbagai tawaran.
Baca Juga: Bocoran dari Penulis 'Jakarta Undercover': Private Party Terjadi Setiap Hari, Ada yang Profesional
Misalnya, kata dia, pada pelaksanaan awal masih coba-coba. Jika berhasil menggelar acara itu dengan sukses, akan semakin meningkat dari segi tawaran dan bonusnya.
“Yang kita khawatirkan adalah keterlibatan anak-anak muda kita, yang orang tuanya tidak tahu.”
“Di situlah nanti bisa menjadi tempat pemasaran narkoba dan sebagainya. Oleh sebab itu, menurut saya, dari pihak aparat, dalam hal ini Babinkamtibmas, RT, RW itu perlu aktif memantau apa yang ada di wilayahnya,” tutur Benny.
Meski polisi tidak menemukan indikasi penggunaan narkoba dalam kegiatan private party di Depok pada Sabtu (4/6/2022) lalu, Benny menyebut, sebaiknya pesta semacam itu tetap dipantau.
Sebab, berdasarkan pengalamannya saat bertugas di Badan Narkotika Nasional (BNN), pesta tertutup yang bebas, biasanya akan menjurus pada penyalahgunaan narkoba.
“Pengalaman kami selama di BNN dulu menunjukkan demikian. Ketika ada forum pertemuan tertutup, kemudian bebas, tahapannya ada nanti.”
“Mulai dari minuman keras dulu, lolos. Seks bebas, lolos. Larinya pasti ke narkoba, dan ini yang sangat berbahaya, ketika itu dibidik, ataupun EO (event organizer, -red) secara langsung maupun tidak langsung bekerja sama dengan sindikat,” tegasnya.
Saat ini, lanjut Benny, polisi sedang mendalami modus, termasuk event organizer private party di Depok pada Sabtu pekan lalu itu.
“Nanti akan ketemu polanya, bagaimana model undangannya, apakah lewat medsos, apakah lewat situs tertentu, dan sebagainya. Diharapkan temuan nanti bisa jadi acuan teman-teman di lapangan untuk antisipasi agar tidak terjadi lagi.”
Sementara Moammar Emka, penulis buku Jakarta Undercover, menyatakan hal yang sama.
Biasanya, kata Moammar, ada semacam hukum jamak bahwa setelah ada musik di suatu pesta, akan berlanjut dengan minuman keras.
“Biasanya kalau sudah ada musik, miras, kejadian ketiga pasti ada narkoba. Keempatnya adalah seks. Biasanya ketiga ini menjadi semacam pertalian dalam sebuah pesta,” tuturnya dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Selasa.
Baca Juga: Pengakuan Penjaga Rumah Acara Private Party di Depok: Saya Ditipu, Mereka Bilang Acara Ulang Tahun
Meski demikian, ia menyebut private party di Depok pada Sabtu lalu merupakan pesta biasa, tetapi tetap harus diantisipasi.
“Ini memang harus diantisipasi, karena kalau mereka jadi profesional, bisa jadi party-nya jadi lebih vulgar.”
“Yang sekarang harus diantisipasi adalah jangan sampai anak-anak remaja ini nantinya terlibat lebih jauh dengan membikin acara yang seperti di Depok, takutnya kebablasan,” ulang Moammar.
Sebelumnya diberitakan, polisi menggerebek private party yang diikuti oleh sekitar 400 orang di salah satu perumahan di Depok, Jawa Barat, pada Sabtu, 4 Juni 2022.
Dalam penggerebekan itu, polisi menemukan sejumlah alat kontrasepsi yang belum digunakan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.