Kemudian, efek UHI ini menyebabkan pemakaian listrik yang berlebih, sering dengan adanya AC atau pendingin ruangan di perkantoran dan perubahan.
Kenaikan penggunakan energi listrik ini membuat pembangkit listrik menggunakan lebih banyak bahan bakar fosil yang menyebabkan Green House Gasses (GHS) dalam jumlah yang banyak.
Jakarta sendiri merupakan kota peringkat ke-19 dunia dengan sumbangan emisi karbon tertinggi. Sementara Indonesia merupakan negara nomor 10 di dunia dengan catatan emisi karbon tertinggi.
Masih banyak faktor lain peningkatan UHI di wilayah perkotaan. Bahan material yang dipakai menyerap panas atau memantulkan, hingga minimnya lahan hijau.
Baca Juga: Jateng Bagian Selatan Segera Masuki Pancaroba, BMKG Ingatkan Potensi Panas Terik hingga Hujan Petir
Suhu panas ekstrem juga dianggap sebagian kalangan sudah seperti sebuah penyakit.
Edith de Guzman dari Universitas California, Los Angeles menyebut ada peningkatan kematian sebesar 30 persen selama musim panas di LA.
"Apa yang kami lihat kadang-kadang, jumlah kematian di atas 150 dapat meningkat sekitar 30 persen selama cuaca panas ekstrem. Itu jumlah kematian tambahan yang signifikan," kata de Guzman, dikutip dari Wired.
Situasi menjadi lebih kompleks ketika membicarakan penduduk perkotaan dengan penghasilan rendah yang rata-rata tidak memiliki pendingin ruangan (AC).
Sebagai contoh, pada bencana Northwest Heat Wave 2021 silam, data menunjukkan perumahan ber-AC memiliki suhu ruangan yang terbilang nyaman, 23 derajat celcius.
Sebaliknya, rumah-rumah yang tidak ber-AC dihantam panas mencapai 51 derajat celcius.
The New York Times mengonfirmasi ada 798 korban meninggal akibat bencana Northwest Heat Wave tersebut.
Sementara itu, De Guzman dan koleganya sudah menganggap kota-kota dengan cuaca panas ekstrem sebagai seorang pasien.
Baca Juga: Penjelasan BMKG soal Heboh Fenomena Air Panas yang Muncul Pasca Gempa di Pasaman Barat
"Saya menganggap Los Angeles dan kota-kota mana pun sebagai seorang pasien yang sedang menderita panas ekstrem dan kami akan membuat resep untuk pasien itu," sebut de Guzman.
Dalam jurnalnya, De Guzman dan koleganya menganggap perubahan sederhana seperti menambahkan pohon di perkotaan, mengecat atap rumah dengan warna cerah, dapat menyelamatkan 1 dari 4 nyawa yang biasa hilang karena suhu panas ekstrem.
"Meskipun kita berada dalam situasi yang sangat mengerikan dan melihat perubahan terjadi lebih cepat daripada yang diperkirakan para ilmuwan, ada solusi praktis yang dapat kita terapkan di tingkat lokal," tandas de Guzman.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.