SOLO, KOMPAS.TV - Suhu panas dengan kelembapan tinggi melanda kota-kota besar di Indonesia belakangan ini.
Di Kota Solo, per Rabu (4/5/2022) kemarin, suhu rata-rata mencapai 33-34 derajat celcius. Bahkan, di Semarang bisa mencapai 35 derajat celcius.
Cuaca panas tersebut dipadukan dengan tingkat kelembapan yang tinggi.
Per hari Kamis (5/5/2022), Kota Yogyakarta memiliki rata-rata suhu 24-34 derajat celcius dengan tingkat kelembapan 95%. Hal itu menjadi asalan kenapa belakangan ini terasa sangat gerah.
Kasi Data BMKG Jawa Tengah, Iis Widya Harmoko menyebut hal tersebut wajar dan puncaknya akan terasa pada bulan Oktober.
"Memasuki masa transisi pancaroba. Sehingga kondisinya terasa panas dan sumuk pada siang hari, dan hujan pada sore atau malam hari," terangnya, dikutip dari Tribunsolo.
"Untuk suhu sendiri itu biasanya puncak tertingginya terjadi bulan Oktober nanti akan turun lagi sampai sekitar bulan Desember dan naik lagi sekitar Februari atau Mart."
"Siklus suhu rata-rata memang seperti itu, memang kondisi masa transisi seperti itu," tegasnya.
Namun, tentu bukan itu saja penyebab utama suhu panas belakangan ini, terutama di kota-kota besar Indonesia.
Salah satu penyebab lainnya adalah efek Urban Heat Island (UHI). Lalu, apa itu UHI?
Baca Juga: 70 Hektar Hutan Rokan Hulu Terbakar, Akses dan Cuaca Panas Ekstrem Pemicu Sulitnya Pemadaman Api
Enviromental Protection Agency (EPA) menyebut UHI adalah masalah utama dalam setiap kota berkembang di dunia dunia terhadap pemanasan global.
Penyebab UHI antara lain adalah berkurangnya area hijau di perkotaan akibat pembukaan lahan berlebih.
Masalah ini juga berkorelasi erat dengan urbanisasi yang tak menunjukkan tanda-tanda berhenti. Urbanisasi membuat suatu kota semakin padat.
Ambil contoh ibu kota Indonesia, DKI Jakarta. Sebagai kota metropolitan, Jakarta memiliki indeks pembangunan manusia (IPM) paling tinggi di Indonesia.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2009 silam, IPM Jakarta sudah menjadi yang tertinggi sebesar 77,36 poin. Satu dekade kemudian, DKI Jakarta capaian IPM sebesar 80,76 poin.
Bahkan, BPS menggolongkan DKI Jakarta sebagai satu-satunya provinsi dengan status capaian IPM 'sangat tinggi'.
Lantas, apa dampaknya? Sebagai hasilnya, Jakarta menciptakan dua masalah dari segi lingkungan, pertama efek pemanasan pada daerah perkotaan (urban heat islanf effect), kedua polusi air dan udara yang tak terkontrol.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.