JAKARTA, KOMPAS.TV – Pekerja rumah tangga (PRT) yang tinggal di rumah majikan menghadapi situasi kerentanan tertular Covid-19 saat mereka bekerja.
Hal itu disampaikan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan berdasarkan pemantauan dan Laporan Kajian Dampak Kebijakan Penanganan Covid-19 pada tahun 2020.
“Menemukan bahwa PRT yang tinggal di rumah majikan menghadapi situasi kerentanan tertular Covid-19 saat mereka bekerja melayani keluarga majikan termasuk dalam keadaan sakit,” demikian tertulis dalam keterangan Komnas Perempuan, Selasa (15/2/2022).
Sementara, lanjut Komnas Perempuan, perlindungan dan jaminan kesehatan yang diberikan kepada mereka sangat minim.
Terhadap PRT yang tidak tinggal di rumah majikan, sebagian majikan melakukan PHK terhadap mereka untuk mencegah penularan Covid-19.
Baca Juga: Komnas Perempuan: Jika Korban KDRT Mengadu, Itu Tandanya Dia Sudah Tidak Tahan dengan Kondisinya
Hal itu menyebabkan angka pengangguran PRT di masa pandemi menjadi tinggi, dan ironisnya sebagian besar mereka tidak memiliki jaminan kesehatan dan terabaikan dari skema bantuan sosial.
“Oleh karena itu, Negara penting hadir untuk memastikan hak-hak PRT terlindungi melalui kebijakan.”
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menerbitkan Permenaker No. 2 Tahun 2015 untuk mengurangi dampak minimnya perlindungan terhadap PRT.
Namun, menurut Komnas Perempuan, Permenaker tersebut ditengarai masih belum cukup memberikan perlindungan.
“Sejak Permenaker dikeluarkan masih banyak terjadi kasus kekerasan berbasis gender, penyiksaan dan pelanggaran hak-hak PRT dengan minim penanganan yang mengindikasikan pengabaian.”
Terkait kondisi yang ada, Komnas Perempuan merekomendasikan pada DPR RI untuk membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT (RUU PPRT).
Tidak adanya RUU PPRT, menurut Komnas Perempuan, merupakan salah satu penyumbang berulangnya kekerasan dan diskriminasi terhadap PRT, serta minimnya pemenuhan hak-hak PRT dan perlindungannya.
“Misalnya tidak diberi upah, jam kerja lebih dari 18 jam, pembatasan akses ke luar rumah, dihambat untuk berkomunikasi, bersosialisasi, berserikat dan rentan kekerasan dalam rumah tangga dan eksploitasi.”
Saat ini RUU PPRT masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2022 dan masih menunggu proses pengesahan menjadi RUU Inisiatif DPR.
Sejak 2004, menurut Komnas Perempuan, RUU PPRT terus mengalami pro dan kontra baik dalam hal perspektif maupun substantif.
Bahkan, hingga saat ini masih ada anggapan terutama di kalangan pembuat kebijakan bahwa RUU PPRT masih dianggap belum mendesak.
Sebab, jumlah PRT dipandang sedikit, serta status sosial mereka dianggap kurang signifikan.
Baca Juga: Pengusiran Sekjen Kemensos dan Komnas Perempuan, DPR Disebut Frustrasi dan Tumpul
“RUU PPRT bahkan dianggap dapat menganggu tatanan sosial dan budaya yang ada di masyarakat.”
“Pandangan ini kemudian diperparah dengan salah kaprah dan informasi keliru terkait isi dari RUU PPRT yang justru memojokkan PRT,” kata Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh majikan/pemberi kerja yang telah menjadikan rumah mereka sebagai tempat kerja dengan relasi kesetaraan, keadilan serta bebas dari kekerasan dan diskriminasi bagi PRT.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.