JAKARTA, KOMPAS.TV – Ikatan Dokter Indonesia atau IDI mengungkap lima jenis obat yang terbukti tidak lagi bermanfaat untuk menangani pasien Covid-19.
Lima obat tersebut antara lain, Ivermectin, Klorokuin, Oseltamivir, Plasma konvalesen, dan Azithromycin.
Diungkapkan lebih jauh oleh Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban melalui akun twitternya @ProfesorZubairi bahwa Azythromycin tidak bermanfaat sebagai terapi Covid-19 baik skala ringan serta sedan. Kecuali, jika ditemukan bakteri selain virus penyebab Covid-19 di dalam tubuh pasien.
Sementara, Oseltamivir merupakan obat untuk influenza dan tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bisa digunakan untuk pengobatan Covid-19.
"Untuk Oseltamivir dan Azithromycin itu ada lima perhimpunan profesi yang menyatakan bahwa itu tidak boleh dipakai lagi, di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), telah mendengar itu, dan tidak lagi membolehkan pemakaian itu," ujar Zubairi, Minggu (6/2/2022), dilansir dari Kompas.com.
Baca Juga: Pemerintah Dapatkan Stok Molnupiravir, Obat Covid-19 yang Ampuh Tekan Angka Rawat Inap
Dalam cuitannya di Twitter, disebutkan bahwa WHO dalam hal ini bahkan sudah menyatakan obat tersebut tidak berguna untuk Covid-19. “Kecuali saat Anda dites terbukti positif influenza, yang amat jarang ditemukan di Indonesia," tulisnya.
Diketahui, Oseltamivir dan Azithromycin tak lagi digunakan sebagai terapi pasien Covid-19 sejak tahun lalu. Dalam Revisi Protokol Tata Laksana Covid-19, lima organisasi profesi kedokteran tak lagi memasukkan obat itu dalam standar perawatan pasien Covid-19.
Lima organisasi tersebut di antaranya dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Sedangkan terkait dengan terapi plasma konvalesen, Zubairi mengungkapkan, selain tidak bermanfaat, pemberian plasma konvalesen juga mahal dan prosesnya memakan waktu.
"Mungkin saya juga pernah bilang plasma konvalesen bermanfaat, tapi itu tadi yang dibilang evidence based medicine. Di awal-awal kan kita tidak tahu apa-apa, kemudian penelitian makin lengkap. Pada waktu penelitian makin lengkap, saat pengobatan sudah ratusan ribu, ternyata enggak ada gunanya," kata Zubairi.
WHO sendiri telah mengeluarkan larangan penggunaan plasma konvalesen sebagai terapi bagi pasien Covid-19 bergejala ringan atau sedang. Hal yang sama juga berlaku untuk klorokuin.
Zubairi menjelaskan, klorokuin banyak digunakan untuk perawatan pasien Covid-19 di China pada masa awal penularan penyakit akibat virus SARS-CoV-2 tersebut. Namun, obat tersebut kini telah terbukti tak bermanfaat untuk penanganan pasien Covid-19.
"Memang sudah dipakai oleh ratusan ribu orang di dunia. Namun terbukti malah berbahaya untuk jantung. Manfaat antivirusnya justru enggak ada. Jadi, klorokuin tidak boleh dipakai lagi," ujarnya.
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.