Ia menilai, kesalahan dalam memilih pesantren justru akan menimbulkan dampak panjang yang akan mempengaruhi dan berbahaya bagi keberlangsungan bangsa ini.
Terlebih saat ini marak masuknya ideologi transnasional sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi.
“Padahal, khittah pesantren sejak dahulu adalah doktrin hubbul wathon minal iman, yaitu cinta terhadap tanah air adalah bagian daripada iman. Dan itu yang selama ini menjadi realitas dunia pesantren sepanjang sejarah Nusantara ini,” ujarnya.
Gus Najih lantas melanjutkan, sejatinya selama ini pesantren memiliki andil besar dalam sejarah Nusantara.
Dalam sejarah, sambungnya, pesantren telah mencetak banyak tokoh bangsa dari kalangan santri yang lantas menjadi pemimpin nasional.
“Seperti KH Ma'ruf Amin yang sekarang jadi Wakil Presiden, serta almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah menduduki posisi sebagai Presiden. Jadi memang pesantren adalah salah satu cagar pendidikan yang khas Nusantara,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, kekhasan pesantren yang demikian tidak bisa ditemukan di negara lain. Terlebih, pesantren di Nusantara ini memiliki keunggulan corak dan kebudayaannya masing-masing.
“Masing-masing pesantren ini memiliki keunggulan, keunikan dan keragaman kurikulum, sehingga membuat lembaga tersebut semakin kaya warna. Sebagaimana Gus Dur mengatakan, pesantren itu adalah subkultur dari kultur Indonesia yang sangat beragam,” katanya.
Alumni Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus, Suriah itu lantas mengutip data dari Kementerian Agama, yang mencatat sudah ada hampir 28 ribu pesantren yang ada di Indonesia.
Dengan jumlah yang sedemikian banyak, ia menilai perlu adanya regulasi yang ketat untuk mengawasi keberadaan pesantren.
“Mestinya juga dalam menerbitkan izin pesantren, Kementerian Agama perlu menerapkan sebuah regulasi yang ketat dan perlu juga melibatkan ormas ataupun masyarakat,” ucapnya.
Gus Najih melanjutkan, pesantren-pesantren yang berada di bawah organisasi seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah, sudah diketahui lisensi dari ormasnya dan dikenal masyarakat dengan baik sebagai ormas besar moderat.
Karena itu, kata dia, penting bagi pemerintah melibatkan ormas atau pun masyarakat yang berinteraksi langsung dengan pesantren.
“Sebetulnya, pesantren yang moderat ini adalah kekuatan bagi negara untuk melakukan kontra terhadap pesantren yang radikal dengan menyebarkan agama yang moderat,” ujarnya.
Untuk itu, Gus Najih mengapresiasi peran pemerintah yang dinilai sudah tepat dalam menangani fenomena radikalisme yang tumbuh. Khususnya dalam melibatkan banyak ormas keagamaan, ulama dan tokoh masyarakat.
“Saya melihat pemerintah, melalui BNPT, sudah membentuk Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama, yang anggotanya terdiri dari berbagai tokoh-tokoh dari berbagai ormas keagamaan yang ada di Indonesia. Hal itu menunjukkan komitmen pemerintah untuk berjalan bersama pesantren dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme di Indonesia ini,” Kata Gus Najih.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.