JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Politik Islam dari The Political Literacy, Muhammad Hanifudin memberikan prediksi terkait partai politik berbasis Islam pada gelaran Pemilu 2024 mendatang.
Menurut Hanif, tren perolehan suara partai Islam yang sudah terjadi pasca Pemilu 1999 akan terus terjadi.
Hal itu berkaca pada gelaran Pemilu terakhir pada 2019 di mana partai-partai berbasis Islam tidak mampu mengalahkan dominasi partai berbasis nasionalis seperti PDIP, Gerindra maupun Golkar.
“Tidak ada partai Islam atau religius-nasionalis yang menjadi pemenang pemilu. Partai berbasis Islam harus puas menjadi partai tengahan atau bahkan berjuang sekedar untuk lolos ke senayan, yakni ambang batas 4 persen,” papar Hanif kepada KOMPAS TV , Kamis (27/1).
Karena itu dalam waktu yang kian mendekat, partai berbasis Islam seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) maupun Partai Amanat Nasional (PAN) harus memikirkan dengan betul strategi politiknya untuk mendongkrak perolehan suara.
Secara resmi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan jadwal Pemilu 2024 pada tanggal 14 Februari 2024.
Baca Juga: PKS : Poros Koalisi Partai Islam Menjanjikan
Menurut Hanif, partai-partai bebasis Islam ini harus memikirkan cara untuk mendapatkan simpati umat Islam di balik menurunnya suara yang terus melaju.
Penurunan ini, kata Hanif, dipengaruhi banyak faktor. Di antaranya adalah lemahnya mesin/struktur partai dan modal finansial untuk menggerakan basis masa dan partai.
“Di Pemilu 2024, suara politik Islam semakin terfragmentasi. Pasca Pemilu 2019, ada 2 partai yang pecah. PAN pecah dengan berdirinya Partai Umat. PKS pecah dengan berdirinya Partai Gelora,” tambahnya.
Baca Juga: Pemerintah dan KPU Sepakat Pemilu 2024 pada Tanggal 14 Februari
Hanif juga memaparkan terjadinya potensi kanibalisasi dalam tubuh partai politik Islam, yaitu perebutan suara pada massa yang sama.
Hal ini terjadi karena banyak faktor, yaitu terkait representasi politik Islam yang tidak benar-benar kuat.
Selain itu, kata Hanif, terkait basis masa yang hampir serupa atau hampir sama.
PKB misalnya, basis masa hampir sama dengan PPP. Belum lagi terkait pecahan dari partai antara PKS dengan Partai Gelora.
“Dalam kontestasi pemilu 2024, kanibalisasi partai politik Islam sulit dihindarkan. Dalam artian, saling berebut suara pada basis massa yang sama,” tambahnya.
Kondisi ini, ujar Hanif, diperparahi dengan perpecahan pengurus partai.
Masing-masing pengurus, kata dia, khususnya pengurus partai baru tentu membawa gerbong pengurus partai lama yang seide atau pengurus lama yang ingin mendapatkan posisi baru di partai baru.
“Hal ini nampak di elit Partai Umat dan Partai Gelora.Ceruk suara partai PAN dan PKS selama ini, tentu juga menjadi medan perang PAN-Partai Umat dan PKS-Partai Gelora,” tutupnya.
Baca Juga: Tanggapan Pengamat Politik Soal Wacana Koalisi Partai Islam Jelang Pemilu 2024
Itulah alasan, peta polik dari partai berbalas Islam diprediksi akan terus menurun pada gelaran 2024 nanti.
Hasil Pemilu terakhir 2019 juga berbicara, tiga besar bukan berasal dari partai berbasis Islam. PDIP menjadi pemenang dengan 19,33% suara, Golkar dengan 12,31% dan Gerindra 12,57% suara.
Sedangkan partai berbasis Islam PKB di nomor lima dengan 9,69 persen, PAN (6,84%) dan PKS (8,21%).
PDIP: 128 kursi.
Jumlah suara: 27.503.961 (19.33%)
Status: Memenuhi ambang batas.
Golkar: 85 kursi
Jumlah suara: 17.229.789 (12,31%)
Status: Memenuhi ambang batas.
Gerindra: 78 kursi
Jumlah suara: 17.596.839 (12,57%)
Status: Memenuhi ambang batas.
NasDem: 59 kursi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.