JAKARTA, KOMPAS.TV – Partai Amanat Nasional (PAN) berpendapat persentase pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara nasional merupakan sesuatu yang tidak demokratis.
Pendapat itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PAN, Saleh Daulay, dalam dialog Kompas Petang di Kompas TV, Sabtu (4/1/2025) membahas tentang putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus presidential threshold.
“Jadi begini, prinsip dasarnya bagi PAN itu adalah bahwa setiap warga negara harus sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, itulah prinsip dasar demokrasi,” ucapnya.
Jika ada hak-hak yang dilanggar atau hak-hak yang tidak diberikan pada warga negara terkait itu, maka menurutnya itu sangat tidak demokratis.
Baca Juga: MK Hapus Presidential Threshold, Yandri PAN: Kita Masih Setia Sama Pak Prabowo
“Selama ini, kalau kita rasakan, jujur saja, apakah misalnya dengan sistem Presidential Threshold 20 persen-25 persen seperti itu demokratis atau tidak? Tentu saja tidak demokratis.”
“Sebab apa? Banyak anak-anak bangsa ini yang pintar, yang mampu, tidak punya kesempatan untuk jadi capres dan cawapres,” tuturnya.
Saleh menyebut, yang terpenting adalah dengan putusan MK tersebut membuka pintu masuk untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.
“Perkara nanti siapa dukung siapa, iitu urusannya nanti.”
“Saya jujur saja misalnya begini, nanti pada suatu waktu ada di mana kalau tetap presidential threshold yang dipakai 20 sampai 25 persen seperti itu, ada di mana nanti suatu masa kita agak kesulitan untuk mencari cawapres atau capres, dan agak repot,” bebernya.
Dalam dialog tersebut, Saleh juga menjawab pertanyaan mengenai kemungkinannya PAN akan mengusung kembali pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2029.
Menurutnya, Pilpres 2029 masih lama. Namun, ia menegaskan bahwa biasanya PAN sekali berkoalisi akan selalu setia sampai akhir.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.