JAKARTA, KOMPAS.TV - Penolakan Komnas HAM terkait tuntutan hukuman mati Herry Wirawan, pelaku kejahatan seksual terhadap 13 santriwati, membuat politikus Gerindra tak habis pikir.
Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra Habiburokhman menganggap Komnas HAM tidak memiliki empati terhadap para korban.
"Bagaimana perasaan korban, perasaan anak-anak, perasaan keluarga, mendengar pernyataan Komnas HAM. Ini kayak enggak ada empatinya Komnas HAM," tukas Habiburokhman saat ditemui Reporter KompasTV Putri Oktaviani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Menurut Habiburokhman, jika Komnas HAM tidak setuju dengan tuntutan hukuman mati yang dikenakan terhadap Herry Wirawan, seyogianya disampaikan dalam momen yang berbeda.
"Kita sangat menyayangkan, dan tadi kita kritisi. Komnas HAM itu, sudahlah, kalau dia tidak sepakat hukuman mati kan ada momennya menyampaikan."
Baca Juga: Ditentang Komisi III, Ini Alasan Komnas HAM Tolak Hukuman Mati Herry Wirawan
"Jadi tolong dijaga perasaan para korban dan masyarakat yang rasa keadilannya terkoyak-koyak," ucapnya.
Lagipula, dituturkan lebih lanjut Habiburokhman, dalam RUU KUHP sudah disepakati pelaksanaan hukuman mati masih dimungkinkan dalam kondisi tertentu.
"Dalam pembahasan undang-undang selalu libatkan semua stakeholder, termasuk Komnas HAM. Waktu bahas RKUHP kan sudah disetujui tingkat pertama, hukuman mati masih ada," paparnya.
Diakui Habiburokhman, secara pribadi dia menolak hukuman mati. Namun, penjatuhan hukuman mati terhadap Herry Wirawan layak diberikan.
"Orang seperti itu memang layak dihukum mati, tembak kepalanya!"
Komnas HAM menentang hukuman mati untuk semua tindakan kejahatan, termasuk kekerasan seksual seperti yang dilakukan oleh terdakwa Herry Wirawan.
"Pada prinsipnya Komnas HAM menentang hukuman mati untuk semua tindakan kejahatan atau semua tindakan pidana termasuk juga pidana kekerasan seksual, seperti yang dilakukan oleh Herry Wirawan," ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat dihubungi KompasTV, Rabu (12/1/2022) kemarin.
Dia sepakat Herry Wirawan diberi hukuman berat, namun bukan berarti hukuman tersebut adalah hukuman mati.
"Saya sepakat hukuman yang berat harus diberikan kepada siapapun pelaku kejahatan seksual apalagi korbannya banyak dan anak-anak, saya sepakat. Tapi bukan hukuman mati," katanya.
Menurut Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan ini, alasan yang mendasari penentangan ini adalah prinsip hak asasi manusia, salah satunya hak hidup.
Hak hidup telah termaktub dalam konstitusi Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Tepatnya, pada pasal 28A yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Baca Juga: Bukan Hanya Tuntutan Hukuman Mati, Jaksa Juga Minta Hakim Rampas Kekayaan Herry Wirawan
"Hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi dalam situasi apapun. Honor eligible right itu sudah ada di konstitusi kita dan juga ada di berbagai instrumen hak asasi manusia yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia," jelas Beka.
Beka mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada pelaku kejahatan seksual sebagaimana tertuang di UU KUHP dan UU Perlindungan Anak. Artinya, hukuman diakumulasikan sehingga bisa maksimal.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.