JAKARTA, KOMPAS.TV - Purnawirawan Jenderal TNI AD berinisial ES, yang menjadi korban mafia tanah di Depok, Jawa Barat, disebut pernah bertugas di Badan Intelijen Strategis atau BAIS TNI AD.
Demikian hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Andi Rian Djajadi.
Baca Juga: Anggota DPRD dan Kadishub Depok Jadi Tersangka, Kongkalikong Rampas Aset Purnawirawan Jenderal TNI
Selama bertugas di BAIS, Purnawirawan Jenderal TNI itu disebut-sebut pernah menjabat sebagai Direktur BAIS TNI Angkatan Darat.
“Betul, purnawirawan berpangkat Mayjen, terakhir berdinas di BAIS TNI AD,” kata Andi dikutip dari Kompas.com pada Senin (10/1/2022).
Adapun kasus ini berawal dari laporan polisi ada seorang korban berinisial ES yang menjadi korban perampasan aset berupa tanah.
Dalam kasus ini, pelapor merupakan seorang purnawirawan jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat.
Baca Juga: Anggota DPRD dan Kadishub Depok Jadi Tersangka Mafia Tanah
Laporan ES itu dibuat oleh kuasa hukumnya pada 8 Juli 2020 dan telah diterima polisi dengan nomor: LP/B/0372/VII/2020/Bareskrim.
Dalam kasus ini telah ditetapkan sebanyak empat tersangka, yakni Kadishub Depok Eko Herwiyanto, Anggota DPRD di Depok, Nurdin, pihak swasta Hanafi, dan Mantan Direktur PT Abdiluhur Kawuloalit Burhanudin Abu Bakar.
Kendati demikian, keempat tersangka tersebut hingga kini masih belum ditahan. Andi Rian mengatakan tidak semua tersangka harus ditahan.
Baca Juga: Pengakuan Dino Patti Djalal yang Diancam akan Dihabisi Nyawanya usai Bongkar Kasus Mafia Tanah
Menurutnya, penahanan dilakukan berdasarkan pertimbangan penyidik. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut detail dari pertimbangan itu
“Tidak semua tersangka harus ditahan, sepenuhnya pertimbangan penyidik,” ucapnya.
Burhanudin terjadwalkan dipanggil pada 3 Januari 2022. Namun, ia tidak datang alasan sakit dan ada surat keterangan dokter.
Kemudian, Hanafi sudah diperiksa pada 6 Januari 2022. Nurdin dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan pada 10 Januari 2022, dan Eko Herwiyanto dijadwalkan pemeriksaan pada 12 Januari 2022.
Baca Juga: Golkar Siapkan Sanksi Pemecatan dan PAW buat Kadernya yang Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah di Depok
Sebelumnya, kuasa hukum korban, Andi Rian Djajadi menjelaskan kasus ini berawal dari adanya dugaan pemalsuan surat pernyataan pelepasan hak untuk kepentingan swasta yang dibuat oleh Hanafi dan Nurdin.
Dalam proses melakukan pemalsuan, Nurdin dan Hanafi mendapat bantuan dapri Eko yang saat itu masih menjabat sebagai Camat Sawangan, Depok.
Surat pernyataan palsu itulah, kata Andi kemudian digunakan Burhanudin sebagai dokumen yang dilampirkan dalam permohonan penyerahan sebidang tanah milik ES kepada Pemkot Depok untuk menjadi makam atau TPU.
Baca Juga: 4 Orang Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah, 2 Di antaranya Anggota DPRD dan Kadishub Depok
"Di mana faktanya terhadap tanah tersebut tidak pernah dijual atau dipindahtangankan oleh ES," ujar dia.
Lebih lanjut, penyerahan tanah tersebut juga diklaim oleh Burhanuddin sebagai persyaratan penerbitan izin membangun bangunan (IMB) atas nama PT Abdiluhur Kawuloalit.
Pihak Pemkot Depok juga memproses dan menerima klaim Burhanuddin tersebut. Padahal, kata Andi, penyerahan tersebut merupakan kepentingan Burhanudin Abubakar.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 263 KUHP, Pasal 266 KUHP, Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55, Pasal 56 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat dan/atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan/atau penipuan atau penggelapan dan pertolongan jahat.
Baca Juga: Menteri ATR Sofyan Djalil Minta Satgas Tangkap Mafia Tanah Pengancam Eks Wamenlu Dino Patti Djalal
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.