JAKARTA, KOMPAS.TV - Deputi Direktur Public Virtue Research Institute (PVRI) Anita Wahid, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
Kata Anita, 51 pegawai yang dinyatakan tidak lolos dalam TWK alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan tak bisa dibina itu akan menumpulkan lembaga dan pemberantasan korupsi.
Akibatnya, lanjut Anita, kekuasaan pusat maupun daerah semakin sulit dikontrol.
"Kami mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan keputusan tersebut [pemecatan 51 pegawai KPK - red]," terang Anita dalam keterangan resmi, Minggu (20/6/2021).
Selain kepada presiden, Anita juga meminta Badan Kepegawaian Negara (BKN) membuka dokumen hasil asesmen TWK yang menjadi dalil menonaktifkan 51 pegawai KPK.
Menurut dia, dokumen tersebut penting untuk melihat dugaan pelanggaran hak asasi pegawai.
"Presiden harus memastikan bahwa tidak ada pelanggaran hak-hak pegawai KPK dalam proses TWK," terang putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu.
Baca Juga: Polemik Pertanyaan Pancasila atau Alquran di TWK KPK, Fadli Zon: Teknik Adu Domba
Sebelumnya, 75 pegawai KPK dinyatakan tak lulus TWK alih status menjadi ASN dan dinonaktifkan. Mereka dianggap 'merah' dan tak boleh bergabung lagi dengan KPK.
TWK sejak awal menjadi polemik dan dibicarakan publik. Banyak kalangan menilai bahwa tes wawasan kebangsaan itu tak relevan dengan semangat pemberantasan korupsi.
Kritikan teranyar terlontar dari budayawan Franz Magnis Suseno yang ikut menanggapi polemik TWK pegawai KPK.
Salah satu yang disoroti adalah adanya pertanyaan untuk memilih Pancasila dan agama. Franz Magnis menegaskan Pancasila dan agama bukan hal yang mesti dibenturkan.
Menurutnya pertanyaan tersebut sama saja dengan menggerogoti kesetiaan seseorang pada Pancasila karena memberi kesan untuk memilih agama atau Pancasila.
Ia menilai yang membuat pertanyaan tersebut tidak memiliki mental kebangsaan yang baik dan sudah pasti tidak Pancasilais.
"Pancasila tidak dibikin untuk bersaing dengan agama sama sekali. Jadi yang membuat pertanyaan ini sendiri tidak Pancasilais dan tidak mengerti,” ujarnya saat webminar, Sabtu (19/6/2021).
Baca Juga: Tanggapi Tes TWK KPK, Budayawan Franz Magnis: Pancasila dan Agama Bukan Hal yang Mesti Dibenturkan
Franz Magnis juga meminta agar pertanyaan serupa tidak muncul dalam sebuah tes. Terlebih mengarah pada hal politis karena akan kontraproduktif jika seseorang diminta memilih pancasila atau agama.
Ia menyatakan Pancasila lahir bukan untuk bersaing dengan agama mana pun. Pertanyaan yang menyandingkan Pancasila dengan agama adalah hal yang berbahaya dan perlu diselidiki.
"Jadi sebetulnya pertanyaan-pertanyaan itu harus dipakai untuk memeriksa mereka yang menyusun dan memakai pertanyaan seperti itu untuk menilai kesetiaan kebangsaan dan kemanusiaan seseorang adalah tanda yang sudah miring, tidak betul,” ujarnya.
Baca Juga: Komnas HAM Tunggu 4 Pimpinan KPK Lain Klarifikasi soal TWK, Ali Fikri: Nurul Ghufron Cukup Mewakili
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.