JAKARTA, KOMPAS.TV- Nama Menteri Pertahahan (Menhan) Prabowo Subianto muncul dalam sidang korupsi izin ekspor benur (benih lobster) dengan terdakwa Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
Dahnil Anzar Simanjuntak selaku Juru Bicara (Jubir) Prabowo Subianto di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pun sangat menyayangkan perilaku catut mencatut nama ini terus diperlihatkan oleh sejumlah pihak.
"Nama beliau sering dicatut orang-orang tertentu yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi mereka. Kami sangat sayangkan prilaku-prilaku tersebut," kata Dahnil dalam rilis yang diterima KOMPAS TV, Rabu (28/4/2021).
Baca Juga: Nama Prabowo Subianto Disebut Dalam Sidang Suap Ekspor Benur
Dahnil pun secara tegas membantah pernyataan yang menyebut Prabowo Subianto adalah pemilik atau pengendali PT Aero Cipta Kargo (PT ACK).
PT ACK diketahui merupakan satu - satunya perusahaan forwarder benih lobster (benur). Perusahaan ini meraup untung hingga Rp38 miliar sebagaimana isi surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Dalam dakwaan jaksa, sejumlah pemegang saham PT ACK adalah representasi dari terdakwa Edhy Prabowo. Sosok pemegang saham seperti Amri dan Achmad Bachtiar merupakan kerabat dari terdakwa.
"Tidak benar, PT ACK itu bukan milik Pak Prabowo dan tidak ada kaitannya dengan Pak Prabowo," tegas Dahnil.
Baca Juga: MAKI Sebut KPK Harusnya Gunakan Pasal 12 untuk Jerat Edhy Prabowo Hukuman 20 Tahun Penjara
Sebagaimana diketahui, dalam lanjutan persidangan kemarin, saksi Ardi Wijaya selaku Direktur Ekspor Impor PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) menyebut nama Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Ardi Wijaya terkait siapa sosok pengendali PT Aero Cipta Kargo (PT ACK).
Adapun para pemegang saham PT ACK tak lain kerabat dari Edhy Prabowo sendiri, yaitu Amri dan Achmad Bachtiar.
"Pernah dengar dari Suharjito (pemilik PT DPPP) terkait pengendali PT ACK ini siapa? Pernah melakukan hubungan telepon dengan Suharjito mengucap ini?," tanya jaksa.
Baca Juga: MAKI Sebut, Kalau KPK Serius, Edhy Prabowo Bisa Dikenakan 3 Pasal
Ardi Wijaya mengaku memang pernah terjadi diskusi yang membicarakan hal itu pada bulan Oktober. Namun tidak spesifik disebut siapa pengendali PT ACK.
"Memang tidak secara spesifik pengendali PT ACK, memang ada diskusi dengan Suharjito. Dan diskusi itu diskusi di bulan Oktober," kata Ardi WIjaya.
Jaksa kemudian menanyakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi nomor 27 perihal pernyataan PT ACK yang tak bisa dipecah karena khusus milik 'Prabowo' dengan keuntungan Rp30-an miliar per bulan.
"Ini maksudnya apa ya PT ACK punya Prabowo khusus?," tanya jaksa.
"Ini yang saya tangkap beliau pasti mengaitkan dengan pak Prabowo," jawab Ardi Wijaya.
"Pak Prabowo siapa?," tanya jaksa menegaskan
“Pak Prabowo. Menteri Pertahanan. Karena di majalah - majalah sebelumnya itu dikait - kaitkan berhubungan dengan kader. Tapi saya tidak menanya balik, tidak memperjelas," jelas Ardi Wijaya.
Baca Juga: Dapat USD5.000, Pesilat Cantik Asal Uzbekistan Ini Ikut Kecipratan Uang Suap Edhy Prabowo
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam perkara ini, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp25,7 miliar dengan rincian 77 ribu dolar AS atau setara Rp1,12 miliar dan Rp24.625.587.250 (Rp24,6 miliar) dari beberapa perusahaan.
Suap itu ditujukan guna memuluskan izin budidaya lobster dan ekspor benur yang ditangani KKP.
Atas perbuatannya itu, Edhy didakwa dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Terseret Kasus Suap Benih Lobster Rp 25,7 Miliar, Edhy Prabowo Jalani Sidang Dakwaan
Atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.