JAKARTA, KOMPAS.TV – Penghentian penyidikan kasus BLBI oleh KPK dinilai oleh sejumlah pihak merupakan kegagalan KPK sebagai lembaga penegak anti korupsi. Hal tersebut disampaikan slah satunya oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.
Menurut Kurnia, Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo tersebut hanya sekadar latah belaka karena munculnya perdebatan gagalnya KPK dalam mengusut kasus BLBI dan putusan kasasi terhadap bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung yang dinyatakan lepas.
“Untuk mengatasi perdebatan tersebut, maka dibentuk tim khusus, sehingga seakan-akan serius untuk bisa memulihkan keuangan negara,” katanya dalam dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang bertajuk “Menyoal Langkah KPK Menghentikan Penyidikan Perkara BLBI”, Minggu (11/4/2021).
Hal serupa juga diutarakan Dosen Fakultas Hukum UI, Ganjar Laksamana, yang mempertanyakan satgas tersebut. Menurut Ganjar, tim satgas itu dapat memperkuat penilaian tentang gagalnya KPK dalam mengusut kasus BLBI hingga tuntas.
Sementara itu, Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Kwik Kian Gie mengingatkan, selain BLBI yang harus diusut hingga tuntas adalah persoalan obligasi rekapitulasi perbankan yang jumlahnya mencapai Rp 430 triliun.
Baca Juga: Kerugian Aset Negara Lebih dari Rp108 Triliun, Kasus BLBI Terus Dikejar
Jika pembayarannya dilaksanakan secara tepat waktu beserta bunganya, maka nilainya mencapai Rp 600 triliun, sehingga totalnya sebesar Rp 1.030 triliun. Akan tetapi, jika pada jatuh tempo tidak dibayar, maka hutang pemerintah bisa mencapai Rp 11.000 triliun.
Adapun obligasi rekap tersebut merupakan cara pemerintah untuk membuat bank agar sehat dengan melakukan injeksi melalui surat utang sesuai perintah IMF atau Dana Moneter Internasional.
Di sisi lain, secara terpisah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD telah menjelaskan, persoalan BLBI ini bukan masuk ranah pidana, dilansir dari halaman Kompas.id (12/4/2021)
Lanjutnya, satgas tersebut baru-baru ini dibentuk karena sebelumnya masih menjadi masalah pidana di MA. Ia mengingatkan, kasus ini adalah limbah masa lalu yang penyelesaiannya berlanjut sampai sekarang.
Kebijakan BLBI dibuat pada 1998, sedangkan pekerjaan BPPN selesai 2004. Lalu, masuk kasus pidana dan baru diputus final sampai peninjauan kembali (PK) tahun 2020.
Mahfud mengatakan, pemerintah langsung bekerja setelah ada kepastian bahwa PK yang diajukan KPK tidak diterima oleh MA. Karena itu, setelah KPK mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, pemerintah mengumumkan langkah penagihan.
“Meskipun begitu, silakan saja KPK awasi terus, jika memang ada korupsi di situ. Namun, dari sudut kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pada 1998 dan 2004 sudah selesai,” kata Mahfud.
Sejalan dengan yang dijelaskan oleh Mahfud MD, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan, KPK tidak termasuk dalam Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI karena kewenangan melaksanakan hak tagih secara keperdataan adalah pemerintah, dalam hal ini jaksa pengacara negara.
Baca Juga: Transparansi Satgas Kasus BLBI Dipertanyakan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.