JAKARTA, KOMPAS.TV - Pada Kamis, (21/01/2021) Departemen Pertahanan Amerika Serikat Pentagon mengumumkan akan melaksanakan pengadilan militer atas tiga orang yang didakwa terlibat dalam serangkaian serangan bom di Indonesia tahun 2002 dan 2003.
Salah satunya adalah Encep Nurjaman alias Hambali alias Nurjaman bin Isamudin atau Ridua Isamudin. Hambali lahir di Cianjur pada 4 April 1964.
Hambali merantau ke Malaysia setelah lulus SMA. Di Malaysia ia berkenalan dengan Abdullah Sungkar, pendiri Jamaah Islamiyah yang terafiliasi Al-Qaeda. Berkat Sungkar, Hambali sempat menjajal medan perang Afghanistan selama dua tahun hingga 1988.
Baca Juga: Ini Sosok Hambali, Tokoh Jamaah Islamiyah Asal Cianjur yang Belasan Tahun ditahan di Guantanamo
Ia kemudian naik ke tampuk pimpinan JI pada 1998. Pada tahun itu juga Osama bin Laden memfatwakan halal darah Amerika Serikat dan sekutunya.
Setelah itu, JI mendalangi serangkaian bom di mulai dengan bom malam Natal 2000 di beberapa gereja di Indonesia. Hambali juga terlibat merancang bom Bali 2002 dan bom hotel JW Marriot Jakarta 2003.
Bom Bali menewaskan 202 orang, mayoritas turis asing. Sementara, bom di hotel JW Marriott Jakarta menewaskan 12 orang.
Hambali sebenarnya merencanakan pengeboman kecil di berbagai bar, kafe, atau klub malam yang banyak dikunjungi orang Barat di Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia.
Baca Juga: Kenapa Hambali Diadili di Pengadilan Militer Amerika Serikat? Ini Alasannya
Hambali juga menyiapkan rencana pengeboman kedutaan besar Amerika Serikat, Australia, dan Inggris di Singapura. Namun, rencana itu gagal karena ada informan yang membocorkan rencana itu pada Departemen Keamanan Internal Singapura.
Hambali tertangkap di Bangkok, Thailand pada 2003. Polisi Thailand dan CIA berhasil membekuk Hambali setelah satu demi satu petinggi Al-Qaeda dan anggota JI tertangkap.
Dalam persidangan nanti Hambali akan mendapat dakwaan tindak persekongkolan, pembunuhan, percobaan pembunuhan, dengan sengaja menyebabkan luka tubuh yang serius, terorisme, menyerang warga sipil, menyerang objek sipil, perusakan properti. Semua dakwaan itu terkait pelanggaran hukum perang.
Menkes Budi Kaget
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan banyak hal pada sebuah seminar virtual Jumat (22/1/2021). Salah satunya, ia mengaku kaget setelah tahu jumlah kasus Covid-19 selalu naik 40 % setelah musim libur panjang.
Yang bikin saya kaget, mereka persentasi, "Pak, ini data kami. Setiap habis liburan panjang selalu naik 40 persen. Orang enggak karuan pergerakannya,” ujar Budi merujuk pertemuannya dengan KawalCovid-19 dan PandemicTalks.
Karena peningkatan kasus mendadak itu, rumah sakit kewalahan karena harus melayani lonjakan pasien.
Untuk mengantisipasi hal itu, Budi mengambil kebijakan menambah kuota tempat tidur sebanyak 30 persen.
Selain itu, kendala kekurangan tenaga kesehatan juga diatasi dengan memudahkan para alumni pendidikan kedokteran dan kesehatan agar bisa langsung bekerja di RS. Tujuannya agar bisa membantu para tenaga kesehatan yang sudah kelelahan atau terpapar Covid-19.
Baca Juga: Usai Libur Panjang, Kasus Covid-19 di Indonesia Selalu Naik, Menkes: Saya Kaget
Menkes Budi juga mengatakan tidak mau lagi menggunakan data Kemenkes sendiri. Ia lebih percaya data KPU sebagai dasar untuk melaksanakan vaksinasi Covid-19.
“Saya sudah kapok, saya tidak mau lagi memakai data Kemenkes," kata Budi.
Menkes Budi juga menyoroti cara pengetesan Indonesia yang salah selama ini. Budi menyebut, angka pengetesan di Indonesia tinggi karena ada sebagian orang yang melakukan tes PCR berkali-kali.
Baca Juga: Menkes: Stres Saya, 11 Persen Tenaga Kesehatan Gagal Divaksin Gara-Gara Darah Tinggi
“Kita tuh nggak disiplin. Cara testing-nya salah. Testing-nya banyak, tapi kok naik terus. Habis, dites (terus-menerus) orang kayak saya. Setiap kali mau (bertemu) ke Presiden dites, (ke) Presiden dites. Barusan saya di-swab. Seminggu bisa 5 kali swab karena masuk Istana. Emang bener gitu? Testing kan nggak gitu harusnya," kata Menkes Budi Sadikin.
Budi pun menekankan bahwa untuk mengatasi pandemi, penanganan di RS dan vaksinasi bukanlah segalanya. Yang paling penting kata dia adalah perubahan protokol kesehatan (prokes) dan bagaimana disiplin menjalankannya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.