JAKARTA, KOMPAS.TV - Perdarahan pascapersalinan masih menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Sebagai garda terdepan dalam menjaga kesehatan ibu dan anak, bidan memiliki peran yang penting untuk menurunkan angka kematian ibu.
Menurut data Kementrian Kesehatan RI, angka kematian ibu saat melahirkan, yaitu 189 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut masih jauh dari target yaitu 70/100.000 kelahiran hidup.
Sebagai perbandingan, di negara tetangga angka kematian ibu jauh lebih rendah. Di Filipina 78/100.000, Thailand 29/100.000 dan Vietnam 46/100.000 kelahiran hidup. Bidan memiliki peran yang besar untuk mencegah perdarahan pascapersalinan, dimulai sejak calon ibu merencanakan kehamilan.
Baca Juga: PDSI Minta Penerbitan Surat Izin Praktik Bebas Intervensi Organisasi Profesi Dokter
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ade Zubaedah menyebutkan, IBI bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana sudah membuat program Tim Pendamping Keluarga.
"Tugas tim ini mengawal kesehatan reproduksi calon pengantin untuk menilai kelayakannya untuk hamil. Jika belum layak, kehamilan bisa ditunda sambil masalah kesehatan reproduksinya diatasi dulu," kata Ade dalam siaran pers di acara diskusi "Bidan sebagai Aktor Pencegahan dan Tatalaksana Perdarahan Pascapersalinan" di Jakarta Selasa (13/8/2024).
Selain itu, pada ibu hamil para bidan di Tim Pendamping Keluarga juga akan melakukan skrining dan melakukan pengukuran hemoglobin untuk memastikan agar ibu tidak anemia
Spesialis Kesehatan Seksual dan Reproduksi Dana Kependudukan PBB (UNFPA) Sandeep Nanwani menyebutkan, anemia defisiensi zat besi menjadi penyebab terbanyak perdarahan pascapersalinan.
Sandeep mengungkapkan, berdasarkan penelitian di sejumlah negara, ada langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk menurunkan kasus perdarahan pascapersalinan, salah satunya dengan menurunkan angka anemia.
"Upaya mengurangi 25 persen kasus anemia pada ibu hamil dapat menurunkan angka kematian ibu sampai 50 persen," paparnya.
Terobosan lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan deteksi dini perdarahan, dari rata-rata 50 persen menjadi 90 persen. Jika ini dilakukan angka kematian ibu bisa diturunkan sampai 50 persen.
"Langkah ketiga adalah meningkatkan tindakan cepat saat terjadinya perdarahan, baik dalam tatalaksana atau rujukan. Hal ini bisa menurunkan angka kematian ibu sampai 12 persen. Jika semua intervensi ini dilakukan, dampaknya angka kematian ibu bisa diturunkan sampai 80 persen," ujar Sandeep.
Ia juga menyebut pentingnya melakukan pengukuran jumlah darah yang keluar pascapersalinan secara akurat.
"Pengukurannya bisa pakai berbagai alat, yang terpenting tidak hanya dilihat secara visual, tapi diukur. Sehingga kalau jumlahnya tinggi bisa seger dirujuk," katanya.
Peneliti Departmen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, dr.Detti Nurdiati Sp.OG mengatakan, tak kalah penting adalah tindakan preventif.
Baca Juga: Hasil Visum Ungkap Cut Intan Nabila Alami Benjol di Kepala dan Luka Cakar di Punggung
"Tindakan preventif meliputi skrining faktor risiko dengan mengecek apakah ada hipertensi, anemia, atau riwayat perdarahan sebelumnya, serta melakukan USG untuk melihat posisi janin, air ketuban, dan sebagainya," katanya.
Direktur Sains Medis Danone Indonesia, Dr.Ray Wagiu Basrowi menyebutkan, skrining anemia merupakan kunci untuk mengurangi prevalensi anemia.
“Screening anemia meliputi inspeksi fisik dan melihat kecukupan gizi. Karena ketika terjadi anemia defisiensi zat besi, maka ibu juga mengalami defiesiensi zat gizi mikro yang lain sehingga bisa mengganggu asupan nutrisi ke si Kecil. Hal-hal seperti inilah yang tentu penting untuk terus diedukasi oleh para bidan," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.