Oleh: Yogi Arief Nugraha, jurnalis KompasTV
“Kapanpun zamannya, wartawan dituntut harus kompeten. Yakni berwawasan keilmuan, profesional, dan beretika. Jika tidak, maka matilah jurnalisme ini.” (Rosihan Anwar)
Pendapat tokoh pers nasional Rosihan Anwar seperti dikutip dari buku Pedoman Uji Kompetensi Wartawan terbitan Lembaga Pers Dr Soetomo menegaskan bahwa kompetensi wartawan adalah keniscayaan dalam perubahan zaman, termasuk teknologi dan perilaku manusia.
Wartawan sekaligus pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama pada 28 Agustus 2008 menyampaikan pesan penting: “Kebebasan pers akan besar manfaatnya jika disertai peningkatan professional competence, termasuk di dalamnya professional ethic.”
Dua pesan Jakob Oetama untuk menjaga kemerdekaan pers ditekankan melalui dua kata kunci, kompetensi dan etika. Artinya, tidak ada yang lebih penting diupayakan jika kita ingin kemerdekaan pers sebagai pilar keempat demokrasi tetap terjaga.
Makna lain dari pesan Jakob Oetama adalah keberlanjutan perusahaan pers yang bisa membawa manfaat bagi masyarakat luas, bergantung pada bagaimana individu wartawan memiliki kesadaran untuk bekerja profesional dan taat etika.
Ketua Dewan Pers periode 2010-2016, Bagir Manan juga menguatkan pesan dua tokoh pers di atas. “Tolok ukur utama profesi adalah kompetensi. Profesi tanpa kompetensi seperti pepesan kosong. Kalau berbunyi, seperti bumbung kosong. Nyaring, tapi tidak memberi makna. Wartawan adalah sebuah profesi. Kompetensi menjadi syarat utama wartawan yang baik dan benar."
Pesan kuat ketiga tokoh pers nasional diatas menjadi pengingat di tengah tekanan kuat terhadap media nasional baik dari sisi perubahan teknologi berupa disrupsi digital maupun keberlangsungan dari sisi ekonomi media (media economic).
Baca Juga: Mencari Dalang Pembunuhan Jurnalis di Karo
Tersedia dua hal yang harus terus diupayakan, yaitu tidak pernah lelah meningkatkan kompetensi dan terus menegakkan etika.
Dewan Pers sebagaimana diatur dalam UU 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 15 ayat (4) memiliki fungsi melindungi ekosistem pers nasional. Tujuh fungsi sekaligus tugas Dewan Pers sudah meliputi dua hal penting terkait kompetensi wartawan sebagai profesi dan juga etika wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Ketujuh fungsi Dewan Pers adalah; a) melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; b) melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; c) menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; d) memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; e) mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; f) memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; dan g) mendata perusahaan pers
Sebagai rumah perlindungan keberlangsungan pers, Dewan Pers telah menetapkan Standar Kompetensi Wartawan (SKW) melalui Peraturan Dewan Pers No.23 tahun 2023 tentang Standar Kompetensi Wartawan yang ditetapkan 16 November 2023. Sebelum 16 November 2023, regulasi kompetensi wartawan masih terpisah-pisah, terdiri dari 6 (enam) Peraturan Dewan Pers dan 4 (empat) SK Dewan Pers.
Standar Kompetensi Wartawan (SKW) memiliki 6 (enam) fungsi yang sudah melingkupi dua hal pokok: perusahaan pers dan wartawan. Pertama, meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan; Kedua, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan; Ketiga, menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik; Keempat, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual; Kelima, menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan; Keenam, menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.
Secara garis besar, kompetensi wartawan terdiri dari kompetensi kesadaran atas (awareness) etika dan hukum (Kode Etik Jurnalistik-KEJ, P3SPS, UU 40/99); kompetensi pengetahuan (knowledge)--,pengetahuan umum dan pengetahuan khusus maupun kompetensi keterampilan (skills)--menulis, wawancara, riset, investigasi, serta penggunaan teknologi.
Baca Juga: Puluhan Jurnalis Kompas Gramedia Group Ikut Uji Kompetensi Wartawan Batch Ke-2
Dewan Pers mengelola 30 Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (LUKW) se-Indonesia dalam menjalankan kegiatan sertifikasi wartawan yang dilakukan melalui mekanisme Uji Kompetensi Wartawan (UKW), sesuai jenjang kompetensinya, yakni wartawan muda, wartawan madya, dan wartawan utama.
Lembaga yang dapat melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan adalah:
a. Perguruan Tinggi yang memiliki program studi komunikasi jurnalistik
b. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Wartawan.
c. Perusahaan Pers
d. Organisasi wartawan.
Salah satu organisasi wartawan penyelenggara Uji Kompetensi Wartawan (UKW) adalah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Mendukung upaya Dewan Pers dalam meningkatkan kompetensi wartawan, demi terus menjaga kemerdekaan pers dan juga keberlangsungan perusahaan pers, IJTI telah merumuskan Kompetensi Jurnalis Televisi.
Selain mengacu pada prinsip dasar Standar Kompetensi Wartawan (SKW) Dewan Pers, Kompetensi Jurnalis Televisi terbitan IJTI menekankan pada aspek perkembangan teknologi yang harus dipahami oleh jurnalis televisi di berbagai level. Broadcast journalism, ada aspek teknologi yang melekat selain prinsip dasar jurnalistik.
Kompetensi Jurnalis Televisi juga mendetilkan proses perancangan (pra) – produksi – dan pasca-produksi televisi di semua jenjang mulai dari muda hingga utama.
Secara prinsip, alur uji kompetensi wartawan di IJTI mengacu pada Standar Kompetensi Wartawan (UKW) Dewan Pers. Hanya saja, modul dan mata uji di Kompetensi Jurnalis Televisi lebih disesuaikan dengan langgam media televisi termasuk basic writing for television dan pemahaman bahasa visual sebagai mahkota di berita televisi.
Tidak kalah penting dari semua uraian di atas adalah kualitas dan integritas penguji. Penguji UKW adalah representasi dari semua pesan sakral para tokoh pers dan Dewan Pers beserta konstituennya dalam memperjuangkan standar kompetensi dan etika jurnalistik demi kelangsungan kemerdekaan pers berkualitas. Aspek psikologi pengujian yang mengharuskan menjaga jarak antara penguji dengan peserta uji mutlak diperlukan. Pengecekan ulang berkala para penguji UKW yang difasilitasi Dewan Pers bisa dipertimbangkan sebagai penguat pakta integritas yang selama ini sudah ada
Dalam situasi serba was-was akan keberlangsungan media akibat multifaktor termasuk di antaranya disrupsi digital, ada perubahan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi informasi produk media dan menurunnya pendapatan iklan media. Peranan jurnalistik pun makin dijegal dengan hadirnya influencer dan content creator yang difasilitasi platform global dalam menjalankan kegiatannya.
Tuntutan jurnalisme berkualitas yang sebagian besar sudah disiapkan Dewan Pers beserta konstituen pemangku kebijakan pers nasional, seperti belum berjalan berdampingan dengan perusahaan pers, khususnya ketika bicara keberlangsungan perusahaan pers dan angka pendapatan iklan yang terus menurun.
Alih-alih memastikan kualitas jurnalisme adalah di atas segala-galanya, sering kali pemilik perusahaan media tega menurunkan kadar kualitas jurnalisme (untuk tidak menyebut mengorbankan) demi kepentingan ekonomi.
Tentu, keberlangsungan media dari sisi ekonomi itu penting sebagaimana diatur dalam UU 40/99 tentang pers yang menyebutkan pers juga bisa berperan sebagai lembaga ekonomi, tetapi perlu ada kesepakatan garis moral bahwa kredibilitas media adalah harga mutlak sebagimana para tokoh pers yang menempatkan pentingnya kompetensi dan etika bagi wartawan.
Baca Juga: Jurnalis KompasTV Cari Keberadaan Iptu Rudiana di Polsek Kapetakan Cirebon
Menjaga bersama upaya Dewan Pers bersama konstituennya dalam menyalakan api pers berkualitas dan bermartabat melalui serangkaian mekanisme uji kompetensi wartawan, perlu ada terobosan hukum dan peraturan yang mewajibkan perusahaan pers ikut mengupayakan jurnalisme berkualitas.
Pasangan pendataan perushaan pers (verifikasi) dan kompetensi wartawan (sertifikasi) yang sudah dikerjakan Dewan Pers dalam kurun waktu lama tentu harus dituntaskan atau setidaknya dinaikkan derajatnya dengan konstruksi hukum yang membuat perusahaan pers lebih terlibat jauh dalam upaya peningkatan kompetensi wartawan.
Jika hal di atas bisa dimulai, moga-moga hal lain yang sering kali menjadi isu antara wartawan dengan perusahaan pers seperti kesejahteraan, keterbukaan kinerja keuangan hingga komitmen jika terjadi kekerasan yang menimpa wartawan saat bertugas, bisa diurai dalam bingkai kompetensi dan etika secara bersama-sama.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.