Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.tv
Beberapa tahun terakhir nama token cukup populer. Apalagi yang namanya token listrik, semacam pulsa pada ponsel. Ada lagi token-token lain yang memiliki nilai dan dapat ditukar dengan aset-aset tertentu.
Dunia numismatik pun mengenal koleksi yang disebut token. Token dikenal sebagai uang perkebunan. Sebenarnya ada juga token pertambangan.
Token berfungsi sebagai mata uang namun dalam area terbatas, yakni pada perkebunan atau pertambangan tertentu. Di Nusantara, jumlah token perkebunan jauh lebih banyak daripada token pertambangan.
Museum Bank Indonesia, pada Jumat, 23 Juni 2023, pernah menyelenggarakan pameran token selama satu bulan penuh bertema "Token Perkebunan: Sebentuk Kolonialisasi dalam Uang".
Kala itu, pembukaan pameran dilakukan oleh Pak Erwin Haryono, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
Adanya token bermula dari perkebunan yang dikelola swasta. Menurut Zainal C. Airlangga, Peneliti dan Penulis Sejarah di Museum Bank Indonesia, pembukaan perkebunan secara besar-besaran di Hindia-Belanda dimulai pada 1870. Saat itu dikeluarkan Undang-undang Agraria oleh Pemerintah Kolonial.
Jika pada era sebelumnya berkembang sistem tanam paksa lewat perkebunan besar milik negara, maka dalam era liberal yang berkembang adalah milik swasta. Saat itu perkebunan menjadi 'tambang emas' buat Hindia-Belanda. Banyak devisa dihasilkan dari sana.
Setelah ada Undang-undang Agraria, muncul investasi besar di bidang perkebunan, terutama di Sumatera Timur. Yang paling dikenal perkebunan Deli yang menghasilkan tembakau. Tembakau Deli sangat diminati di mancanegara.
Perkebunan ada juga di sebagian Jawa dengan komoditi tebu dan teh. Selebihnya ada perkebunan kopi, kelapa, pala hingga karet di Kalimantan dan Maluku.
Sumber : Kompasiana
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.