Dari dua sambutan itu pun, dapat dipastikan bahwa kekhawatiran yang kami prediksikan sejak awal tidak akan terjadi. Bagaimana tidak, dalam hal ini kami patut angkat topi atas kebesaran hati Kiai Said yang bersikap dewasa atas proses demokrasi yang terjadi.
Beliau sanggup dengan legawa mengakui kemenangan Gus Yahya tanpa memancing keributan dan provokasi pada segenap pendukungnya. Benar-benar contoh keteladanan yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang tokoh besar.
Melihat indahnya realita ini, kami jadi teringat salah satu maqalah:
“Nahnu Nakhtalif wa la Naftariq”
“Kita berbeda pendapat, tapi tidak sampai bercerai-berai”
Ajaran ini merupakan pegangan dalam menilai apakah suatu perbedaan yang terjadi termasuk dalam koridor hadits “Ikhtilafu ummati rahmatun” (Perbedaan yang terjadi di antara umatku adalah rahmat), atau perbedaan yang terjadi termasuk bagian dari syahwat duniawi.
Jika setelah selesainya perbedaan itu muncul kedamaian dan legawa dari dua belah pihak, maka bisa kita pastikan kalau perbedaan itu adalah bagian dari agama yang masuk dalam koridor Ikhtilafu ummati rahmatun.
Namun jika setelah selesainya perbedaan, yang terjadi justru pertikaian dan terpecah belah, maka dapat kita pastikan bahwa perbedaan dari dua orang tersebut bukan bagian dari agama, tapi berupa syahwat duniawi.
Maka sudah saatnya cara berdemokrasi yang ditunjukkan oleh Kiai Said dan Gus Yahya menjadi teladan bagi keberlangsungan demokrasi di negara ini.
Alangkah indahnya jika pola demokrasi yang ada di muktamar NU ini dijadikan pegangan oleh semua calon kontestan dalam setiap konstelasi pemilu, baik itu pilkades, pilkada, ataupun pilpres. Dengan begitu Indonesia betul-betul dapat menjadi manifestasi dari baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Dalam perhelatan muktamar ini, kita belajar pelajaran hidup yang teramat penting, para tokoh NU seolah mengajarkan bahwa dalam menghadapi proses apa pun, upayakan dilakukan dengan semaksimal mungkin sampai proses itu benar-benar tuntas, kita terima hasilnya dengan besar hati dan legawa, senada dengan yang diungkapkan oleh Kiai Said, “Mari kita lupakan yang terjadi kemarin, kita bergandengan tangan membesarkan Nahdlatul Ulama. Dan saya walaupun tidak jadi pengurus, tetap akan mendakwah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.”
Hormat kami sepenuhnya tertuju pada Prof Dr KH Said Aqil Siroj dan KH Yahya Cholil Staquf, doakan kami generasi muda NU bisa meniru gaya berdemokrasi panjenengan berdua demi keutuhan NU dan NKRI.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.