WASHINGTON, KOMPAS.TV - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi menaikkan tarif semua impor baja dan aluminium menjadi 25 persen pada Rabu (12/3/2025).
Langkah yang diklaim bertujuan meningkatkan lapangan kerja di dalam negeri itu memicu reaksi keras dari Uni Eropa dan para mitra dagang utama AS.
Trump menghapus semua pengecualian dari kebijakan tarif yang pertama kali diterapkan pada 2018. Selain itu, tarif aluminium yang sebelumnya hanya 10 persen kini dinaikkan menjadi 25 persen.
Keputusan ini merupakan bagian dari upaya Trump mengubah lanskap perdagangan global dengan kebijakan proteksionis.
“Kenaikan tarif akan mendorong lebih banyak perusahaan untuk membangun pabrik di Amerika Serikat,” ujar Trump dalam pertemuan dengan para CEO di Business Roundtable, Selasa (11/3/2025), dikutip dari Associated Press.
Meski demikian, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di pasar. Indeks saham S&P 500 telah turun 8 persen dalam sebulan terakhir akibat kekhawatiran perlambatan ekonomi yang dipicu oleh ketidakpastian perdagangan.
Baca Juga: Trump Berubah Arah, Tunda Penerapan Tarif bagi Sebagian Produk Meksiko dan Kanada
Menghadapi kenaikan tarif yang diberlakukan Trump, Uni Eropa mengumumkan langkah balasan terhadap tarif baru AS.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan pihaknya akan memberlakukan tarif senilai 26 miliar euro (sekitar Rp466,4 triliun) terhadap berbagai produk AS, termasuk tekstil, peralatan rumah tangga, dan hasil pertanian.
Kebijakan tersebut akan mulai berlaku 1 April mendatang. Ini bukan kali pertama Trump memicu perang dagang dengan Eropa.
Pada periode pertamanya, Trump juga menerapkan tarif tinggi terhadap baja dan aluminium dari Uni Eropa, yang kemudian dibalas dengan tarif terhadap berbagai produk AS, termasuk sepeda motor, bourbon, selai kacang, dan jin.
Presiden Asosiasi Baja Eropa (Eurofer) Henrik Adam memperingatkan, tarif baru AS bisa menyebabkan Uni Eropa kehilangan hingga 3,7 juta ton ekspor baja.
“Ini akan semakin memperburuk situasi industri baja Eropa yang sudah berada dalam kondisi sulit,” ujar Adam, bulan lalu.
AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua bagi produsen baja Uni Eropa, mencakup sekitar 16 persen dari total ekspor baja blok tersebut. Kehilangan sebagian besar pasar ini sulit dikompensasi dengan ekspor ke negara lain.
Menurut Komisi Eropa, perdagangan antara AS dan Uni Eropa bernilai sekitar 1,5 triliun dolar AS per tahun, mencakup 30 persen perdagangan global.
Baca Juga: Terungkap, Trump Berniat Beri Sanksi dan Tarif ke Rusia hingga Perdamaian dengan Ukraina Tercapai
Pada 2023, perdagangan barang antara kedua belah pihak mencapai 851 miliar euro (sekitar Rp15.253 triliun), dengan surplus 156 miliar euro (sekitar Rp2.799 triliun) bagi Uni Eropa.
Namun, di sektor jasa, AS justru mencatat surplus 104 miliar euro (sekitar Rp1.866 triliun) terhadap Uni Eropa.
Di dalam negeri Paman Sam, tarif ini diharapkan membantu pabrik baja dan aluminium. Namun, kenaikan harga bahan baku juga berisiko memberatkan produsen yang menggunakan logam sebagai bahan baku utama.
Studi dari Komisi Perdagangan Internasional AS (USITC) menunjukkan, pada 2021, produksi sektor hilir di AS turun 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp57,7 triliun) akibat tarif baja dan aluminium.
Angka ini lebih besar dibandingkan peningkatan produksi 2,3 miliar dolar AS (sekitar Rp38 triliun) yang dinikmati produsen baja dan aluminium di dalam negeri.
Beberapa perusahaan otomotif, seperti Volvo, Volkswagen, dan Honda, mempertimbangkan untuk meningkatkan investasi di AS sebagai respons terhadap kebijakan ini.
Namun, banyak perusahaan lain justru khawatir kenaikan harga bahan baku akan mengurangi keuntungan dan menghambat ekspansi bisnis mereka.
Langkah terbaru Trump semakin memperumit dinamika perdagangan global. Kanada, Meksiko, Brasil, Korea Selatan, dan Jepang merupakan pemasok baja terbesar bagi AS, sementara impor aluminium masih didominasi oleh Kanada.
Jika ketegangan dagang terus meningkat, dampaknya bisa meluas ke sektor lain dan memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
Bagi Uni Eropa, kebijakan ini memperumit strategi perdagangan mereka di tengah ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi.
Sementara Trump tetap pada pendiriannya bahwa tarif tinggi akan membawa keuntungan bagi AS.
Baca Juga: China Ledek Trump Kembalikan Hukum Rimba, Tantang AS atas Kenaikan Tarif
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.