Kompas TV internasional kompas dunia

Pemimpin Arab Tolak Usulan Trump, Dukung Solusi Pascaperang Gaza Tanpa Memindahkan Warga Palestina

Kompas.tv - 4 Maret 2025, 20:43 WIB
pemimpin-arab-tolak-usulan-trump-dukung-solusi-pascaperang-gaza-tanpa-memindahkan-warga-palestina
Sebuah kamp tenda untuk warga Palestina yang mengungsi didirikan di tengah bangunan yang hancur di sebelah barat kamp Al-Shati, sebelah barat Kota Gaza, pada hari Senin, 3 Maret 2025. (Sumber: AP Photo/Jehad Alshrafi)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Deni Muliya

KAIRO, KOMPAS.TV – Para pemimpin negara-negara Arab berkumpul di Kairo, Mesir, Selasa (4/3/2025), untuk membahas solusi pascaperang di Jalur Gaza, Palestina. 

Dalam pertemuan tersebut, mereka dengan tegas menolak usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin merelokasi penduduk Gaza dan mengubah wilayah tersebut menjadi destinasi wisata pantai. 

Pertemuan tersebut digelar di tengah ketidakpastian perpanjangan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

Baca Juga: Al-Azhar Mesir Kecam Israel atas Pemblokiran Bantuan ke Gaza di Bulan Ramadan

Dilansir dari Associated Press, KTT yang dipimpin oleh Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi ini turut dihadiri pemimpin negara-negara kunci di kawasan, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. 

Dukungan dari kedua negara tersebut dianggap penting dalam merancang masa depan Gaza pascaperang.

Sementara itu, Israel menyatakan, mendukung proposal alternatif dari Amerika Serikat terkait perpanjangan gencatan senjata dan pembebasan sandera yang ditahan Hamas sejak serangan 7 Oktober 2023. 

Israel juga menutup akses bantuan ke Gaza, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan, guna menekan Hamas agar menerima proposal baru tersebut. 

Tindakan ini memicu kritik dari berbagai kelompok hak asasi manusia yang menilai bahwa Israel melanggar kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan sesuai hukum internasional.

Usulan Pascaperang Gaza dari Mesir

Mesir menawarkan solusi pascaperang berupa pemindahan sementara warga Gaza ke zona aman di dalam wilayah tersebut, yang akan dilengkapi dengan rumah-rumah modular. 

Sementara itu, kota-kota di Gaza akan dibangun kembali, dan Hamas diminta menyerahkan kendali pemerintahan kepada sebuah administrasi transisi yang terdiri atas tokoh-tokoh independen.

Otoritas Palestina yang dipimpin Mahmoud Abbas kemudian diharapkan bisa mengambil alih setelah direformasi.

Baca Juga: Gencatan Senjata Tahap Dua di Gaza Belum Jelas, Israel Coba Paksakan Kesepakatan pada Hamas

Dalam rancangan pernyataan KTT, para pemimpin Arab menyerukan solusi “permanen dan adil” bagi Palestina. 

Mereka juga mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengerahkan pasukan perdamaian di Gaza dan Tepi Barat, wilayah yang masih diduduki Israel sejak Perang 1967.

Namun, Israel menegaskan, pihaknya tidak akan memberikan ruang bagi Otoritas Palestina untuk memerintah Gaza. 

Bersama Amerika Serikat, Israel juga menuntut Hamas untuk melucuti senjatanya—sebuah tuntutan yang langsung ditolak oleh Hamas.

Kelompok tersebut menyatakan kesediaannya menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan Palestina lainnya, tetapi tetap bersikeras untuk tidak melepaskan persenjataannya sebelum negara Palestina berdiri.

Usulan Trump bulan lalu yang menyerukan relokasi sekitar dua juta penduduk Gaza ke negara lain dan mengubah wilayah tersebut menjadi kawasan wisata eksklusif menuai kecaman luas. 

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyambut baik gagasan tersebut.

Tetapi para pemimpin Palestina, negara-negara Arab, dan kelompok hak asasi manusia menolaknya dengan tegas. 

Mereka menilai usulan tersebut bertentangan dengan hukum internasional dan berpotensi memperburuk ketegangan di kawasan.

Baca Juga: Israel Serang Kapal di Lepas Pantai Gaza, Dua Warga Palestina Tewas

Trump juga sempat menyebut bahwa Mesir dan Yordania bisa menampung pengungsi Palestina dari Gaza.

Namun, kedua negara itu dengan tegas menolak skenario tersebut.

Di tengah krisis kemanusiaan yang terus memburuk, Yordania mulai mengevakuasi sekitar 2.000 anak-anak Palestina yang mengalami luka berat akibat perang untuk menjalani perawatan medis. 

Gelombang pertama yang terdiri atas sekitar 30 anak telah tiba di Yordania pada Selasa.

Para pasien ini, yang sebagian besar merupakan korban amputasi, didampingi oleh dua anggota keluarga masing-masing.

Pemerintah Yordania memastikan anak-anak tersebut akan kembali ke Gaza setelah perawatan mereka selesai. 

Selain itu, Yordania juga telah mendirikan rumah sakit lapangan di Gaza dan mengirim bantuan melalui jalur udara serta darat.

Perang antara Israel dan Hamas yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 48.000 warga Palestina, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. 

Di sisi lain, Israel mengeklaim telah menewaskan lebih dari 17.000 pejuang Hamas, meskipun angka ini belum dapat diverifikasi secara independen.

Serangan Israel telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur di Gaza, termasuk rumah sakit dan sarana vital lainnya. 

Perang ini juga menyebabkan lebih dari 90 persen populasi Gaza mengungsi ke lokasi-lokasi yang sudah penuh sesak, seperti kamp-kamp darurat dan sekolah yang dijadikan tempat perlindungan. 

Baca Juga: Cerita Warga Gaza Jalani Ramadan di Tengah Kehancuran dan Kehilangan Keluarga

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Associated Press

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x