“Kami menginginkan perdamaian, perdamaian yang sejati dan jujur—bukan perang yang tak berkesudahan,” ujar Zelenskyy. Ia menekankan bahwa jaminan keamanan adalah hal yang mutlak dalam setiap kesepakatan.
Baca Juga: Setelah Perselisihan Trump- Zelenskyy, Koalisi Pembela Ukraina Segera Dibentuk
Menurutnya, ketiadaan jaminan semacam itu yang membuat Rusia dapat mencaplok Krimea pada 2014 dan melancarkan serangan ke Donbas sebelum akhirnya melakukan invasi penuh pada 2022.
Meski tidak secara langsung menyebut AS, Zelenskyy menyatakan bahwa Ukraina tetap bekerja sama dengan mitra-mitra Eropa dalam merancang arsitektur diplomasi dan keamanan yang dapat membawa negara itu lebih dekat pada perdamaian.
Keputusan Trump untuk menghentikan bantuan militer semakin memicu kritik dari berbagai kalangan di Ukraina.
Sejumlah jurnalis dan pengamat menilai bahwa Trump tidak pernah menuntut konsesi dari Presiden Rusia Vladimir Putin, sehingga kebijakan ini dinilai hanya menguntungkan Moskow.
“Ini bukan rencana perdamaian, melainkan jebakan untuk memaksa kami menyerah,” tulis pakar keamanan Ukraina, Maria Avdeeva, di media sosial BlueSky. Ia menegaskan bahwa berpihak pada Rusia tidak pernah menguntungkan siapa pun.
Senada dengan Avdeeva, filsuf dan esais Volodymyr Yermolenko menilai bahwa kebijakan Trump justru akan memperburuk penderitaan warga sipil Ukraina. Ia menyoroti serangan udara Rusia yang semakin brutal dengan penggunaan drone dan rudal balistik.
“Perang ini adalah pembantaian. Rusia terutama menargetkan warga sipil yang tidak berdaya. Dengan menghentikan bantuan (terutama pertahanan udara), Trump membantu eskalasi pembantaian ini,” tulisnya.
Baca Juga: Trump Hentikan Sementara Bantuan Militer AS untuk Ukraina, Tekan Zelenskyy Segera Akhiri Perang
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.