Hal senada juga diungkapkan Menteri Luar Negeri Swedia Maria Stenergard yang menilai kesepakatan tersebut dapat memperbaiki kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut.
“Warga sipil di kedua belah pihak telah lama menderita. Ini saatnya menghentikan konflik,” tulis Stenergard melalui X.
Presiden Macron menekankan bahwa gencatan senjata ini merupakan hasil dari upaya diplomasi yang berlangsung selama berbulan-bulan.
Baca Juga: Israel Sepakati Gencatan Senjata dengan Hizbullah, Wajib Angkat Kaki dari Lebanon
Ia juga menyerukan agar kesepakatan tersebut menjadi awal baru bagi Lebanon dalam membangun kembali stabilitas internalnya.
“Kesepakatan ini harus membuka babak baru bagi Lebanon. Penghentian permusuhan memberikan kesempatan bagi warga Lebanon untuk berupaya, dengan dukungan para mitra, menuju pemulihan yang berkelanjutan,” ujar Macron.
Senada dengan itu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut gencatan senjata ini sebagai langkah penting untuk mengurangi pengaruh Hizbullah dan meningkatkan keamanan serta stabilitas internal Lebanon.
Gencatan senjata yang mulai berlaku pada Rabu (27/11) pukul 04.00 waktu setempat ini disambut positif oleh berbagai negara Eropa, termasuk Austria dan Belanda.
Austria, melalui Kementerian Luar Negerinya, menyatakan dukungan penuh terhadap pelaksanaan Resolusi 1701 dan mempertegas komitmen terhadap pasukan perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL).
Meski demikian, tantangan tetap membayangi pelaksanaan gencatan senjata ini. Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan bahwa kondisi kesehatan di Lebanon telah terpukul oleh konflik berkepanjangan.
Ia berharap kesepakatan ini dapat segera diimplementasikan untuk meringankan beban warga sipil.
“Obat terbaik adalah perdamaian,” ujar Tedros.
Baca Juga: Paus Fransiskus Kecam Kesombongan Penjajah Israel di Palestina
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.