Kompas TV internasional kompas dunia

Politikus Korea Selatan Sebut Dominasi Perempuan Sebabkan Meningkatnya Kasus Bunuh Diri Pria

Kompas.tv - 10 Juli 2024, 14:22 WIB
politikus-korea-selatan-sebut-dominasi-perempuan-sebabkan-meningkatnya-kasus-bunuh-diri-pria
Ilustrasi bunuh diri. (Sumber: Net/Asiandelight)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Iman Firdaus

SEOUL, KOMPAS.TV - Politisi di Korea Selatan membuat pernyataan kontroversial yang mengaitkan peningkatan kasus bunuh diri pria disebabkan oleh peran perempuan yang semakin dominan di masyarakat.

Anggota Dewan Kota Seoul, Kim Ki-duck,  berargumen bahwa partisipasi meningkatnya perempuan dalam angkatan kerja telah mempersulit pria untuk mendapatkan pekerjaan dan menemukan pasangan hidup. 

Menurutnya, Korea Selatan belakangan ini "mulai berubah menjadi masyarakat yang didominasi oleh perempuan" dan hal ini mungkin "sebagian bertanggung jawab atas peningkatan percobaan bunuh diri pria".

Laporan yang diunggah di situs resmi dewan kota menunjukkan bahwa jumlah percobaan bunuh diri di sepanjang Sungai Han, Seoul, meningkat drastis dari 430 kasus pada tahun 2018 menjadi 1.035 kasus pada tahun 2023. Dari jumlah itu, proporsi pria yang mencoba bunuh diri meningkat dari 67% menjadi 77%.

Namun, pernyataan ini tidak hanya menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, tetapi juga dianggap berbahaya dan tidak didasari bukti yang cukup oleh para ahli pencegahan bunuh diri.

Profesor kesehatan mental dari Universitas Yonsei, Song In Han, menegaskan bahwa secara global lebih banyak pria yang melakukan bunuh diri dibandingkan perempuan. 

Dia menyoroti perlunya penelitian ilmiah yang lebih mendalam untuk memahami penyebab dari lonjakan kasus bunuh diri di Seoul, daripada menyalahkan konflik gender yang tidak didasari bukti kuat.

Di Korea Selatan, terdapat kesenjangan yang signifikan antara jumlah pria dan perempuan yang bekerja penuh waktu, dengan wanita lebih cenderung bekerja dalam pekerjaan sementara atau paruh waktu. 

Meskipun kesenjangan upah gender perlahan-lahan menyempit, perempuan rata-rata masih dibayar 29% lebih rendah daripada pria. 

Selain itu, munculnya gerakan anti-feminis yang dipimpin oleh pria muda yang merasa dirugikan oleh upaya untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan juga menjadi konteks sosial yang penting dalam perdebatan ini.

Baca Juga: Serukan Korea Selatan Harus Terima Diinvasi Korea Utara, Akitivis Ini Terancam Didakwa

Reaksi keras dari masyarakat Korea Selatan terhadap pernyataan Kim tidak terhindarkan. Media sosial dipenuhi dengan kritik atas pernyataannya yang dianggap tidak berdasar dan misoginis. 

Partai Keadilan Korea juga turut mengkritik Kim dan menuntut agar ia menarik kembali pernyataannya dan melakukan analisis yang lebih mendalam terhadap akar masalah yang sebenarnya.

Kim, yang merupakan anggota dari Partai Demokrat, mengklarifikasi bahwa ia tidak bermaksud mengkritik masyarakat yang didominasi oleh perempuan, melainkan hanya menyampaikan pandangan pribadinya tentang beberapa konsekuensi dari fenomena ini. 

Namun, pernyataannya menambah daftar proposal politik yang kontroversial dan tidak berdasar dalam menangani isu-isu sosial yang mendesak di Korea Selatan, termasuk masalah kesehatan mental, kekerasan gender, dan angka kelahiran terendah di dunia.

Sebelumnya, seorang anggota Dewan Kota Seoul lainnya berusia enam puluhan juga mencetuskan kontroversi dengan artikel-artikelnya yang menganjurkan agar perempuan muda lebih banyak melakukan senam dan latihan otot panggul untuk meningkatkan angka kelahiran. 

Sementara itu, sebuah lembaga pemikir pemerintah merekomendasikan agar anak perempuan mulai bersekolah lebih awal dibandingkan anak laki-laki, agar kelas-kelasnya lebih tertarik satu sama lain pada saat mereka siap untuk menikah.

"Komentar seperti ini mencerminkan betapa merajalelanya sikap misogini di Korea Selatan," ungkap Yuri Kim, direktur Serikat Perdagangan Perempuan Korea. 

Dia menyalahkan para politisi dan pembuat kebijakan yang lebih memilih menjadikan perempuan sebagai kambing hitam daripada berupaya memahami tantangan yang dihadapi mereka.

Sebagai informasi, saat ini perempuan  menyumbang 20% dari anggota parlemen Korea Selatan dan 29% dari seluruh anggota dewan kota. 

Dilansir dari BBC, Dewan Kota Seoul menyatakan bahwa tidak ada proses peninjauan untuk konten yang dipublikasikan oleh politisi di situs web resminya kecuali konten tersebut ilegal. 

Mereka menegaskan bahwa setiap individu bertanggung jawab penuh atas konten yang mereka hasilkan, dan dapat menghadapi konsekuensi politik dalam pemilihan berikutnya. 

Baca Juga: Kim Jong Un Kian Dikultuskan, Pejabat Korea Utara Mulai Pakai Pin dengan Gambar Wajahnya


 




Sumber : BBC




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x