Menurut Haedar, kecenderungan ekstremisme dan terorisme yang melibatkan sebagian kecil umat muslim masih ada.
Namun, bentuk ekstremisme dan radikalisme tidak hanya terkait agama, tetapi juga aspek-aspek kehidupan lainnya yang dipicu oleh konstelasi politik global, seperti agresi Israel di Palestina.
"Ekstremisme agama dan juga bentuk-bentuk ekstrim lainnya sering dipicu oleh konstelasi politik global yang tidak positif, salah satunya disebabkan oleh agresi dan kebrutalan Israel yang terus-menerus terjadi di Palestina, sehingga memicu pandangan yang bersifat reaktif terhadap tindakan seperti itu," jelas Haedar.
Haedar menegaskan, masalah Palestina dan Israel bukanlah soal agama, melainkan soal kemerdekaan.
Selain itu, Islamophobia yang berlebihan di Barat, seperti pembakaran Al-Quran oleh beberapa tokoh juga memicu reaksi keras.
"Sehingga reaksi keras itu bukanlah ekstremisme, tetapi bentuk sikap untuk menjaga agama. Di sinilah persoalan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme bukan merupakan persoalan yang sederhana," tegas Haedar.
Haedar juga menyatakan secara umum, Islam di Indonesia adalah Islam yang moderat.
Muhammadiyah terus berupaya meningkatkan moderasi beragama dengan menampilkan keberagamaan yang lebih konstruktif.
Haedar meminta Yasushi untuk lebih memahami Islam di Indonesia dengan mengunjungi lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah di daerah, khususnya di Indonesia Timur.
Dengan demikian, maka Dubes Jepang dapat melihat bagaimana Muhammadiyah menjadi role model dalam moderasi beragama dan membangun masyarakat dalam kemajemukan.
Baca Juga: Gegerkan Jepang, Apa Itu Bakteri "Pemakan Daging"? 77 Orang Meninggal Dunia
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.