SEOUL, KOMPAS.TV - Kesepakatan kerja sama pertahanan yang ditandatangani Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, di Pyongyang pada Rabu (19/6/2024) lalu membuat Korea Selatan (Korsel) tegang.
Di bawah kesepakatan tersebut, jika salah satu negara diserang dan didorong untuk perang, yang lainnya akan mengerahkan bantuan militer dan lainnya secepatnya.
Tetapi, kesepakatan tersebut harus sesuai dengan undang-undang kedua negara, serta Artikel 51 Piagam PBB, yang mengakui negara anggota PBB memiliki hak membela diri.
Baca Juga: China Dituduh Hapus Unsur Uighur dari Nama Desa, Diganti yang Sesuai Ideologi Partai Komunis
Kantor Presiden Korsel Yoon Suk-yeol merespons dengan mengeluarkan pernyataan mengecam kesepakatan tersebut.
Ia menyebut kerja sama itu merupakan ancaman bagi keamanan negaranya dan pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB.
Kantor Presiden Korsel pun memperingatkan akan ada konsekuensi negatif terhadap hubungan Seoul dengan Moskow.
“Tak masuk akal jika dua pihak yang memiliki sejarah melancarkan perang invasi, perang Korea dan perang di Ukraina, kini bersumpah saling bekerja sama militer dengan alasan serangan pencegahan oleh komunitas internasional tidak akan pernah terjadi,” kata Kantor Presiden Yoon Suk-yeol, seperti dilansir Associated Press, Jumat (21/6/2024).
Sementara di sidang PBB di New York, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-yul menyebut kerja sama tersebut "tercela".
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.