OBBÜRGEN, KOMPAS.TV - Sebanyak 80 dari 92 negara pada Minggu (16/6/2024) mengeluarkan pernyataan bersama yang diantaranya berisi integritas wilayah Ukraina harus menjadi dasar untuk setiap perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang Rusia. Namun, beberapa negara berkembang kunci tidak ikut dalam pernyataan ini.
Komunike atau pernyataan bersama ini menutup konferensi dua hari di resor Burgenstock di Swiss, yang tidak dihadiri oleh Rusia karena tidak diundang. Namun, banyak peserta berharap Rusia bisa ikut dalam peta jalan menuju perdamaian di masa depan.
Sekitar 100 delegasi, sebagian besar dari negara Barat namun juga beberapa negara berkembang kunci, hadir di konferensi ini. Para ahli memantau apakah mereka akan mendukung dokumen hasil konferensi ini atau tidak.
Negara-negara BRICS serta beberapa negara lainnya yang menghadiri KTT Ukraina di Swiss tidak menandatangani deklarasi bersama hasil pembicaraan, menurut daftar penandatangan.
Sputnik melaporkan, dokumen KTT Perdamaian Ukraina ini ditandatangani oleh 80 negara dari 92 yang hadir. Namun Armenia, Bahrain, Brasil, Takhta Suci Vatikan, India, Indonesia, Libya, Meksiko, Arab Saudi, Slovakia, Afrika Selatan, Swiss, Thailand, dan Uni Emirat Arab tidak menandatanganinya.
"Indonesia bersikap, proses perdamaian terkait Ukraina hanya mungkin terjadi jika semua pihak yang terlibat dalam konflik diwakili," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Rolliansyah Soemirat kepada Sputnik.
"Proses perdamaian hanya dapat dimulai ketika semua pihak yang terlibat dalam konflik terlibat," ujar Soemirat.
Indonesia menganggap penting semua upaya menuju penyelesaian damai krisis Ukraina, termasuk upaya dari Swiss, namun Indonesia hanya akan diwakili oleh duta besar di KTT yang diselenggarakan oleh Swiss terkait Ukraina.
"Pemerintah Indonesia telah menyampaikan bahwa akan menugaskan Duta Besar Indonesia di Bern sebagai utusan khusus Menteri Luar Negeri Indonesia," tambah Soemirat.
Rolliansyah Soemirat, menambahkan Indonesia konsisten dalam mengadvokasi penghargaan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial semua negara.
Baca Juga: Pemimpin Sayap Kanan Swiss Sebut KTT Perdamaian Memalukan, Lukai Tradisi Netralitas Negara Itu
"Piagam PBB dan penghormatan terhadap integritas wilayah dan kedaulatan ... dapat dan akan menjadi dasar untuk mencapai perdamaian yang komprehensif, adil, dan abadi di Ukraina." tulis dokumen akhir tersebut.
Para analis mengatakan konferensi dua hari ini kemungkinan tidak akan berdampak konkret untuk mengakhiri perang karena Rusia, negara yang memimpin dan melanjutkan perang, tidak diundang. Sekutunya yang penting, China, tidak hadir, dan Brasil, yang hadir sebagai pengamat, telah berusaha mencari jalur alternatif menuju perdamaian.
Tiga tema, yaitu keselamatan nuklir, keamanan pangan, dan pertukaran tahanan menjadi fokus dalam pernyataan akhir.
"Ini adalah kondisi minimum untuk negosiasi dengan Rusia, merujuk pada banyaknya area perbedaan antara Kiev dan Moskow yang akan sulit diatasi," jelas Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni.
Baca Juga: Hanya Dua Pemimpin Asia Hadiri KTT Perdamaian Ukraina, Indonesia Bahkan Cuma Kirim Dubes di Swiss
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, menyebutkan sehari sebelumnya bahwa negaranya yang kaya di Teluk telah mengadakan pembicaraan dengan delegasi Ukraina dan Rusia tentang penyatuan kembali anak-anak Ukraina dengan keluarga mereka, yang sejauh ini telah mengembalikan 34 anak.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, berbicara kepada wartawan hari Sabtu, mengatakan bahwa akan membutuhkan usaha dan negara-negara harus melanjutkan upaya negara-negara seperti Qatar.
"Diperlukan sorotan dari komunitas internasional, bukan hanya dari Amerika Serikat atau Eropa, tetapi juga dari suara-suara tidak biasa mengatakan bahwa apa yang dilakukan Rusia di sini sangat tidak dapat diterima dan harus dibalik," ungkap Sullivan.
Baca Juga: 90 Negara Diklaim Bakal Hadir dalam KTT Perdamaian Ukraina di Swiss, Rusia Disebut Bakal Absen
Pemerintah Ukraina percaya bahwa 19.546 anak telah dideportasi atau dipindahkan paksa, dan Komisioner Hak Anak Rusia, Maria Lvova-Belova, sebelumnya telah mengkonfirmasi bahwa setidaknya 2.000 anak diambil dari panti asuhan Ukraina.
"Sebagai seorang ayah tiga anak, saya sangat prihatin dengan ribuan anak Ukraina yang dipindahkan paksa ke Rusia atau wilayah Ukraina yang diduduki Rusia," sambung Perdana Menteri Montenegro, Milojko Spajic.
"Kita semua di meja ini perlu melakukan lebih banyak agar anak-anak Ukraina kembali ke Ukraina," tambah Spajic.
Sumber : Sputnik / Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.