SEOUL, KOMPAS.TV - Suara keras dari pengeras suara raksasa Korea Selatan memutar musik BTS. Balon besar Korea Utara membawa kotoran, puntung rokok, dan baterai bekas. Selebaran kecil dari warga sipil Korea Selatan mengkritik pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un.
Hari demi hari, kampanye perang psikologi yang mirip era Perang Dingin namun aneh dan mengherankan di zaman sekarang terus berlanjut di perbatasan kedua negara yang belum mengadakan pembicaraan serius selama bertahun-tahun.
"Pada titik ini, kedua Korea mencoba menekan dan mencegah satu sama lain dengan tindakan simbolis politik," kata Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul.
"Masalahnya adalah kedua belah pihak tidak ingin terlihat mundur, dan ketegangan di perbatasan bisa meningkat menjadi konflik yang tidak diinginkan."
Berikut adalah pandangan tentang peningkatan ketegangan terbaru antara kedua Korea, seperti laporan Associated Press, Selasa (11/6/2024).
Baca Juga: Korea Selatan Letuskan Tembakan Peringatan Usai Tentara Korea Utara Lintasi Perbatasan DMZ
Apakah Adu Spek dan Mekanik Pengeras Suara Dimulai Lagi?
Minggu (9/6) lalu, Korea Selatan kembali mengerahkan pengeras suara raksasanya di sepanjang perbatasan untuk pertama kalinya dalam enam tahun dan melanjutkan siaran propaganda anti-Pyongyang.
Siaran tersebut dilaporkan mencakup lagu-lagu hits BTS seperti "Butter" dan "Dynamite," prakiraan cuaca, berita tentang Samsung, perusahaan terbesar di Korea Selatan, serta kritik luar terhadap program rudal Korea Utara dan penindakannya terhadap video asing.
Pejabat Korea Selatan mengatakan siaran yang memekakkan telinga tersebut adalah pembalasan terhadap serangkaian peluncuran balon Korea Utara baru-baru ini yang membuang sampah ke Korea Selatan, meskipun tidak menimbulkan kerusakan besar.
Korea Utara mengatakan kampanye balonnya adalah tindakan balasan terhadap aktivis Korea Selatan yang menerbangkan balon berisi selebaran politik penuh kritik atas pemimpin mereka.
Korea Utara memandang siaran perbatasan Korea Selatan dan kampanye selebaran warga sipil sebagai provokasi berat karena melarang akses ke berita asing bagi sebagian besar dari 26 juta penduduknya.
Menurut pejabat Korea Selatan, Korea Utara juga memasang kembali pengeras suara propagandanya di dekat perbatasan, tetapi hingga Selasa pagi (11/6) kemarin, belum menghidupkannya. Siaran Korea Utara di masa lalu terutama berfokus pada memuji sistemnya dan mengecam Korea Selatan.
Aktivitas balon dan siaran pengeras suara adalah bagian dari perang psikologis yang disepakati kedua Korea untuk dihentikan pada tahun 2018.
Selama Perang Dingin, Korea Selatan juga menggunakan papan elektronik yang menjulang tinggi, mirip dengan tanda "Hollywood" di dekat Los Angeles, sementara Korea Utara memasang papan bertuliskan: "Mari Mendirikan Negara Konfederasi!"
Baca Juga: Saat Korut Balas Pasang Pengeras Suara di Perbatasan Korsel, Bakal Adu Mekanik Antar-Korea?
Siapa yang Punya Pengeras Suara Lebih Baik?
Pejabat Korea Selatan sebelumnya mengatakan siaran dari pengeras suara mereka dapat menjangkau sekitar 10 kilometer pada siang hari dan 24 kilometer pada malam hari. Mereka mengatakan siaran Korea Utara di masa lalu dari pengeras suaranya tidak terdengar jelas di wilayah Korea Selatan.
Beberapa tentara garis depan Korea Utara bersaksi setelah membelot ke Korea Selatan bahwa mereka menikmati siaran Korea Selatan yang berisi lagu pop dan prakiraan cuaca yang akurat yang memperingatkan kemungkinan hujan dan menyarankan mereka untuk mengumpulkan cucian yang dijemur di luar.
Pada tahun 2015, ketika Korea Selatan memulai kembali siaran pengeras suara untuk pertama kalinya dalam 11 tahun, Korea Utara menembakkan peluru artileri melintasi perbatasan, mendorong Korea Selatan untuk membalas tembakan, menurut pejabat Korea Selatan. Tidak ada korban yang dilaporkan.
Bisakah Lagu-lagu K-pop Bikin Korea Utara Bergoyang?
Para ahli dan pembelot mengatakan K-pop dan produk budaya pop Korea Selatan lainnya seperti film dan drama TV muncul sebagai tantangan bagi kepemimpinan Korea Utara karena semakin populer di kalangan masyarakat.
Sejak pandemi, Kim Jong Un mengintensifkan kampanye menghilangkan pengaruh budaya pop dan bahasa Korea Selatan di kalangan rakyatnya, menurut Barat adalah upaya untuk memperkuat kekuasaan dinastinya.
Daftar putar siaran pengeras suara Korea Selatan pada tahun 2016 termasuk lagu-lagu oleh penyanyi muda, IU, yang suaranya yang lembut dan menenangkan diyakini dimaksudkan untuk mendemoralisis tentara pria garis depan Korea Utara.
Korea Utara lebih toleran terhadap budaya pop Korea Selatan ketika hubungan menghangat di masa lalu. Selama periode pendek rekonsiliasi tahun 2018, Korea Utara mengizinkan beberapa bintang pop terbesar dari Selatan mengunjungi ibu kotanya, Pyongyang, dan mengadakan pertunjukan langka.
Rekaman TV Korea Selatan menunjukkan penonton Korea Utara tampaknya menikmati balada klasik oleh penyanyi pria, tetapi kurang antusias terhadap Red Velvet, grup girlband K-pop yang dikenal dengan vokal mereka yang ceria dan koreografi seksi. Kim Jong Un bertepuk tangan pada konser tersebut, dilaporkan menyebutnya sebagai "hadiah untuk warga Pyongyang."
Baca Juga: Kenapa Korea Utara Kirim Balon Sampah ke Korea Selatan?
Bisakah Terjadi Bentrokan Militer karena Adu Lantang Pengeras Suara?
Ada kekhawatiran perang psikologis kuno ini meningkatkan risiko bentrokan militer langsung antara kedua Korea, yang keduanya telah memperjelas bahwa mereka tidak lagi terikat oleh perjanjian pengurangan ketegangan 2018.
Diplomasi antara kedua negara terhenti sejak diplomasi nuklir Korea Utara-AS runtuh pada 2019. Jadi, mungkin sulit bagi kedua rival untuk mengadakan pembicaraan sebagai jalan keluar dari siklus ketegangan saling balas.
"Korea Selatan punya keunggulan yang jelas dalam hal operasi informasi dan kemampuan militer konvensional, namun juga punya lebih banyak yang dipertaruhkan jika terjadi bentrokan fisik," kata Easley, sang profesor. "Sementara rezim Kim rentan terhadap informasi luar, status nuklir yang diproklamirkan sendiri mungkin memberinya kepercayaan berlebihan dalam kemampuannya untuk memaksa."
Korea Utara dapat membalas dengan cara yang menghindari serangan balasan langsung, menggunakan taktik "zona abu-abu" di mana keterlibatannya tidak segera dikonfirmasi, kata Wang Son-taek, seorang profesor di Universitas Sogang Seoul, dalam kolom surat kabar baru-baru ini.
Siaran pengeras suara Korea Selatan dilaporkan berlangsung selama dua jam pada hari Minggu, dan negara tersebut tidak menyalakan pengeras suaranya lagi pada hari Senin dan Selasa. Militer Korea Selatan mengatakan siap meluncurkan pembalasan yang kuat dan segera jika diserang.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.