DUBAI, KOMPAS TV - Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian, yang dikenal sebagai tokoh garis keras yang dekat dengan Pasukan Pengawal Revolusi Iran, meninggal dalam kecelakaan helikopter yang juga menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi, Minggu (19/5/2024). Demikian dilaporkan media pemerintah pada Senin (20/5).
Amir-Abdollahian meninggal di usia 60 tahun.
Selama menjabat, Amir-Abdollahian terlibat dalam pembicaraan tidak langsung dengan Amerika Serikat (AS) mengenai program nuklir Iran. Dia juga berperan penting dalam upaya pemulihan hubungan diplomatik antara Teheran dan Riyadh.
Amir-Abdollahian mencerminkan pergeseran garis keras di Iran usai kesepakatan nuklir Teheran runtuh akibat penarikan sepihak AS oleh Presiden Donald Trump. Dia bekerja di bawah Presiden Ebrahim Raisi, seorang protege atau yang dilindungi Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, dan mengikuti kebijakan mereka.
Amir-Abdollahian menjadi menteri luar negeri Iran pada Agustus 2021, setelah sebelumnya menjabat sebagai wakil menteri di bawah Mohammad Javad Zarif selama tiga tahun.
Namun, Amir-Abdollahian terlibat upaya détente atau perbaikan hubungan dengan Saudi Arabia tahun 2023, meski ketegangan meningkat akibat perang Israel-Hamas. Dia tetap dekat dengan Pasukan Pengawal Revolusi Iran, dan pernah memuji Jenderal Qassem Soleimani yang tewas dalam serangan drone AS di Baghdad pada 2020.
"Anda seharusnya berterima kasih kepada Republik Islam dan Qassem Soleimani karena Soleimani telah berkontribusi pada perdamaian dan keamanan dunia," kata Amir-Abdollahian. "Jika tidak ada Republik Islam, stasiun metro dan pusat pertemuan di Brussels, London, dan Paris tidak akan aman."
Amir-Abdollahian pernah menjabat di Kementerian Luar Negeri di bawah Ali Akbar Salehi pada 2011 hingga 2013. Dia kemudian kembali selama beberapa tahun di bawah Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif, yang merupakan pemain kunci dalam kesepakatan nuklir yang dicapai di bawah pemerintahan Presiden Hassan Rouhani yang relatif moderat.
Namun, Zarif dan Amir-Abdollahian berselisih, kemungkinan karena perbedaan internal dalam kebijakan luar negeri Iran. Zarif menawarkan posisi duta besar untuk Oman, tetapi Amir-Abdollahian menolak.
Baca Juga: Kesepakatan Menggemparkan Menlu Iran dan Arab Saudi dalam Pertemuan Resmi di Beijing Hari Ini
Dia menjadi menteri luar negeri di bawah Raisi pada 2021. Dia mendukung posisi pemerintah Iran, bahkan saat protes besar-besaran melanda negara itu pada 2022 setelah kematian Mahsa Amini, seorang perempuan yang ditahan karena diduga tidak memakai hijab sesuai dengan keinginan pihak berwenang.
Penumpasan selama berbulan-bulan yang mengikuti demonstrasi tersebut menewaskan lebih dari 500 orang dan menyebabkan lebih dari 22.000 orang ditahan.
Pada bulan Maret, panel investigasi PBB menemukan bahwa Iran bertanggung jawab atas "kekerasan fisik" yang menyebabkan kematian Amini.
Selama perang Israel-Hamas, dia bertemu dengan pejabat asing dan pemimpin Hamas. Dia juga mengancam akan membalas serangan Israel dan memuji serangan pada bulan April terhadap Israel.
Dia juga mengawasi respons Iran terhadap pertukaran serangan udara singkat dengan tetangga bersenjata nuklir, Pakistan, dan diplomasi dengan Taliban di Afghanistan. Iran memiliki hubungan tegang dengan keduanya.
Mantan menteri luar negeri ini lahir tahun 1964 dan lulus dari Universitas Teheran dengan gelar dalam hubungan internasional tahun 1991. Amir-Abdollahian fasih berbahasa Persia, Arab, dan Inggris. Dia pernah menjabat sebagai Duta Besar untuk Bahrain selama masa jabatan Presiden Mahmoud Ahmadinejad.
Amir-Abdollahian juga pernah menjabat sebagai wakil menteri luar negeri untuk Urusan Arab dan Afrika selama masa jabatan Ahmadinejad dan Hassan Rouhani.
Sebelum menjadi menteri luar negeri, dia menjabat sebagai Asisten Khusus untuk Hubungan Internasional kepada Ketua Parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf. Amir-Abdollahian meninggalkan seorang istri dan dua anak.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.