DUBAI, KOMPAS TV - Penasihat keamanan nasional Presiden Joe Biden, Jake Sullivan bertemu Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, pada Minggu 19/5/2(024).
Menurut sejumlah informasi, mereka bertemu dengan agenda membahas perjanjian keamanan antara kedua negara.
Pengumuman oleh Saudi Press Agency ini datang setelah serangan udara dan darat Israel di Gaza.
Serangan ini membunuh hampir 36.000 warga Gaza, mengancam perjanjian keamanan yang mencakup pengakuan diplomatik Saudi terhadap Israel untuk pertama kalinya sejak pendiriannya pada 1948.
Atas peristiwa itu, media negara Saudi tidak merilis gambar pertemuan antara Jake Sullivan dan Pangeran Mohammed bin Salman di Dhahran, kota di bagian timur kerajaan yang menjadi rumah bagi perusahaan minyak negara, Saudi Aramco.
"Poin-poin penting dari rancangan perjanjian strategis antara kerajaan (Arab Saudi) dan Amerika Serikat yang hampir selesai, serta upaya untuk menemukan jalan yang kredibel untuk isu Palestina, telah dibahas," kata pernyataan yang dirilis setelah pembicaraan tersebut.
Pernyataan itu juga menyebutkan, solusi dua negara yang memenuhi aspirasi dan hak-hak sah rakyat Palestina, serta situasi di Gaza dan kebutuhan untuk menghentikan perang di sana memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan.
Arab Saudi telah lama menyerukan negara Palestina yang merdeka dibentuk berdasarkan perbatasan Israel tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukota.
Namun, hal ini tidak diterima Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang pemerintahannya bergantung pada dukungan dari kelompok garis keras dan menentang solusi dua negara.
Baca Juga: Militer Hamas Siap Perang Jangka Panjang dengan Israel, Sebut Berikan Kehancuran Besar ke Zionis
Sementara itu pihak gedung putih mengakui perjalanan Sullivan yang akan menuju Israel untuk bertemu Netanyahu.
Walaupun tidak ada pernyataan langsung dari AS mengenai diskusi tersebut, selain mengatakan topiknya mencakup perang di Gaza dan upaya berkelanjutan untuk mencapai perdamaian dan keamanan yang abadi di kawasan itu.
Arab Saudi, seperti negara-negara Teluk Arab lainnya, telah lama mengandalkan AS sebagai penjamin keamanan di Timur Tengah yang lebih luas.
Karena ketegangan atas program nuklir Iran dalam beberapa tahun terakhir telah memicu serangkaian serangan.
Proposal yang sedang dibahas sekarang kemungkinan akan memperdalam hubungan tersebut dan juga dilaporkan mencakup akses ke senjata canggih hingga kesepakatan perdagangan.
Arab Saudi juga mendorong kerja sama nuklir dalam kesepakatan tersebut, termasuk izin dari Amerika untuk memperkaya uranium di Arab Saudi.
Hal ini menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan para ahli non-proliferasi karena penggunaan sentrifugal nuklir dapat membuka jalan bagi program senjata nuklir.
Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan, kerajaan akan mengejar senjata nuklir jika Iran memilikinya.
Dalam beberapa minggu terakhir, Iran semakin mengancam bahwa mereka bisa melakukannya.
Misi Iran untuk PBB di New York mengonfirmasi, Teheran mengadakan pembicaraan tidak langsung dengan pejabat AS di Oman pekan lalu.
Kantor berita negara Iran, IRNA mengutip misi tersebut yang menggambarkan pembicaraan sebagai proses yang sedang berlangsung.
"Negosiasi ini bukan yang pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir dari jenisnya," kata misi tersebut, menurut IRNA.
Oman, kesultanan di ujung timur Semenanjung Arab telah menjadi tempat pembicaraan AS-Iran di masa lalu.
Termasuk di bawah pemerintahan Biden meskipun ada ketegangan antara kedua negara.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.