Guterres menyoroti konflik di Jalur Gaza, karena enklave tersebut memiliki jumlah orang yang paling banyak menghadapi kelaparan yang mengancam jiwa.
Ada juga konflik setahun di Sudan, yang menciptakan krisis pengungsi internal terbesar di dunia “dengan dampak yang mengerikan pada kelaparan dan gizi,” tambahnya.
Menurut laporan tersebut, lebih dari 36 juta orang di 39 negara dan wilayah menghadapi keadaan darurat kelaparan akut, langkah di bawah tingkat kelaparan dalam Fase 4, dengan lebih dari sepertiga di Sudan dan Afghanistan. Ini merupakan peningkatan satu juta orang dari tahun 2022, kata laporan itu.
Arif Husain, ekonom utama Program Pangan Dunia PBB, mengatakan bahwa setiap tahun sejak 2016 jumlah orang yang mengalami kekurangan pangan akut telah meningkat, dan sekarang lebih dari dua kali lipat jumlah sebelum pandemi Covid-19.
Meskipun laporan tersebut mengamati 59 negara, katanya targetnya adalah mendapatkan data dari 73 negara di mana ada orang yang mengalami kekurangan pangan akut.
Sekretaris Jenderal Guterres menyerukan respons yang mendesak terhadap temuan laporan itu yang mengatasi penyebab mendasar kelaparan akut dan kekurangan gizi sambil mentransformasi sistem yang menyediakan makanan. Pendanaan juga tidak sejalan dengan kebutuhan, katanya.
“Kita harus memiliki pendanaan, dan kita juga harus memiliki akses,” kata Husain dari WFP, menekankan bahwa keduanya “berjalan beriringan” dan sangat penting untuk mengatasi ketidakamanan pangan akut.
Laporan tersebut adalah publikasi unggulan dari Jaringan Informasi Keamanan Pangan dan didasarkan pada kerjasama 16 mitra termasuk lembaga-lembaga PBB, badan regional dan multinasional, Uni Eropa, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat, organisasi teknis, dan lain-lain.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.