Kompas TV internasional kompas dunia

Biden Kian Kesal ke Netanyahu, Menyebutnya Sakiti Israel dengan Perlakuan Terhadap Warga Palestina

Kompas.tv - 10 Maret 2024, 14:44 WIB
biden-kian-kesal-ke-netanyahu-menyebutnya-sakiti-israel-dengan-perlakuan-terhadap-warga-palestina
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. (Sumber: Politico)
Penulis : Haryo Jati | Editor : Gading Persada

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tampaknya kian kesal ke Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.

Ia menegaskan perlakuan Pemerintahan Netanyahu terhadap warga Palestina telah menyakiti Israel.

Meski begitu, Biden menegaskan tak akan menerapkan garis merah untuk membatasi aksi Netanyahu terhadap Hamas.

Baca Juga: AS Ternyata Siap Hadapi Serangan Nuklir Rusia ke Ukraina di Akhir 2022, Ungkap Persiapannya Matang

Biden mengatakan Netanyahu memiliki hak untuk membela Israel, juga untuk mengejar Hamas.

Namun, ia juga harus lebih memperhatikan nyawa tak bersalah yang hilang.

“Pada pandangan saya, ia telah menyakiti Israel, lebih dari menolong Israel,” kata Biden dikutip dari Financial Times, Minggu (10/3/2024).

Ia juga melanjutkan bahwa keinginannya adalah melihat gencatan senjata.

Biden kemudian menanggapi pertanyaan apa yang menjadi garis merahnya dengan Netanyahu.

“Pertahanan Israel masih kritis. Jadi tak ada garis batas (di mana) saya akan memotong semua persenjataan, sehingga mereka tak memiliki Iron Dome untuk melindungi mereka,” katanya.

Meski begitu, Biden menegaskan rencana Israel menginvasi Rafah, yang menjadi pengungsian terakhir warga Palestina di selatan Gaza, akan memperburuk hubungan Washington dan kabinet perang.

Baca Juga: Media Asing Soroti Pilot Pesawat Batik Air yang Tidur saat Terbang, Terkejut Atas Hal Ini

Ia menambahkan mereka tak akan lagi bisa melihat 30.000 warga Palestina lainnya, tewas sebagai konsekuensi mengejar Hamas.

Biden juga mengatakan dirinya tak akan menyerah untuk kemungkinan gencatan senjata jelang Ramadan.

Biden mengungkapklan bahwa Direktur CIA, William Burns masih berada di wilayah itu.


 




Sumber : Financial Times




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x