TAIPEI, KOMPAS.TV - William Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP) terpilih sebagai presiden berikutnya dalam Pemilu Taiwan yang digelar pada hari Sabtu (13/1/2024).
Sebuah hasil yang mungkin tidak menyenangkan bagi Beijing, karena William Lai adalah sosok yang diketahui anti dengan Tiongkok.
Dilansir dari Channel News Asia, penghitungan suara disebut masih berlangsung hingga saat ini, namun saingan Lai – Hou Yu-ih dari Kuomintang (KMT) dan Dr Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) – telah mengakui kekalahan sekitar jam 8 malam waktu setempat.
Pada pukul 20.05, Lai telah mendapatkan sekitar 40 persen dukungan, mengungguli saingannya dari Kuomintang (LMT), Hou Yu-ih yang memperoleh sekitar 33 persen suara, dan Dr Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) dengan sekitar 26 persen suara.
Menurut lembaga penyiaran TVBS, lebih dari 13 juta suara telah dihitung.
Menurut data terbaru yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum Pusat Taiwan, tingkat partisipasi dari pukul 08.00 hingga 16.00 mencapai 69 persen dari hampir 20 juta orang pemilih.
Kemenangan ini sekaligus menandai pertama kalinya seorang ketua DPP menyerahkan kendali di dalam partainya.
Lai saat ini menjabat sebagai wakil presiden menggantikan presiden sebelumnya, Tsai Ing-wen, yang tidak dapat mencalonkan diri kembali setelah menjalani dua periode berturut-turut.
Baca Juga: China Tebar Ancaman ke Pemilih Taiwan Jelang Pemilu, Serang AS untuk Tak Ikut Campur
Lai yang saat ini berusia 64 tahun merupakan kandidat terdepan dalam jajak pendapat menjelang pemungutan suara hari Sabtu.
Mantan Wali Kota Tainan tersebut adalah salah satu pendukung kemerdekaan Taiwan. Saingan dan pengkritiknya mengatakan terpilihnya Lai sebagai presiden akan membahayakan Taiwan dan mengancam perdamaian dengan Tiongkok.
DPP menyatakan bahwa Taiwan secara efektif merdeka, sementara Tiongkok mengeklaim pulau itu sebagai miliknya. Tiongkok memutuskan dialog formal dengan Taiwan ketika Tsai terpilih pada tahun 2016.
Meskipun Lai mengatakan ia terbuka untuk melanjutkan dialog, hal ini dianggap tidak mungkin terjadi.
Beijing menganggap Lai sebagai seorang separatis, dan telah memperingatkan para pemilih di Taiwan akan “bahaya ekstrem” yang ia timbulkan jika ia memicu konflik lintas selat.
Dalam kampanyenya, Lai dan pasangannya Hsiao Bi-khim, 52 tahun, berjanji untuk menegakkan status quo.
Mereka menekankan kesinambungan dengan Presiden Tsai, yang juga tidak disukai oleh Beijing namun tidak pernah memprovokasi mereka dengan mendorong kemerdekaan formal.
Lai akan dilantik pada tanggal 20 Mei. Hingga periode tersebut, Taiwan akan diawasi dengan ketat untuk mengetahui apakah Beijing bakal meningkatkan tekanan ekonomi dan militer untuk menghalangi Lai membuat pernyataan radikal menjelang masa jabatannya dimulai.
Baca Juga: Pemilu Taiwan: China Janji Bakal Hancurkan Upaya Kemerdekaan Pemerintahan Kepulauan
Sumber : Channel News Asia
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.