WAD MADANI, KOMPAS.TV - Bagi banyak warga Sudan yang berjuang untuk bertahan hidup di tengah perang, rasa daging domba yang biasanya dikorbankan umat muslim saat perayaan Iduladha hanya menjadi angan-angan yang terasa jauh.
Sebelum konflik dimulai, dua pertiga populasi Sudan hidup di bawah garis kemiskinan, sepertiga mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk kebutuhan sehari-hari
Konflik yang sudah memasuki bulan ketiga ini telah membawa kematian dan kekacauan serta membuat jutaan orang mengungsi di negara yang sudah miskin sebelum pertempuran pecah, seperti laporan France24, Selasa (27/6/2023).
Seperti banyak penduduk Khartoum, Hanan Adam melarikan diri bersama enam anaknya ketika pertempuran pecah pada pertengahan April lalu antara pasukan reguler dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF).
Saat ini, mereka tinggal di kamp sementara di selatan kota, dan keluarganya mencoba merayakan Iduladha jauh dari rumah dan tanpa kebahagiaan yang layak.
"Dalam kondisi seperti ini, Iduladha akan menyedihkan," kata Hanan Adam di kamp di Al-Hasaheisa, sekitar 120 kilometer dari ibu kota Khartoum.
Tidak sehari pun berlalu tanpa anak-anaknya yang berusia antara dua dan 15 tahun bertanya kapan mereka akan pulang ke rumah, katanya.
Sebelum konflik dimulai, dua pertiga populasi Sudan hidup di bawah garis kemiskinan, sepertiga mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk kebutuhan sehari-hari, menurut data PBB.
Pada tahun-tahun sebelumnya, umat muslim Sudan yang mampu akan menyembelih hewan untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Namun, tahun ini daging merupakan kemewahan yang langka karena perang telah mengganggu kehidupan sehari-hari dan perdagangan, menutup pasar dan bank, serta membuat jutaan orang terperangkap di dalam rumah mereka, kekurangan kebutuhan pokok.
Baca Juga: Terjebak Perang, Puluhan Bayi dan Balita Yatim Piatu Tewas Kelaparan di Panti Asuhan Khartoum Sudan
"Kami bahkan tidak mampu membeli daging kambing," kata Mawaheb Omar, seorang ibu beranak empat yang menolak meninggalkan rumahnya di Khartoum meski adanya pertempuran senjata dan serangan udara.
Iduladha tahun ini akan menjadi "menyedihkan dan hambar," tambahnya.
Omar Ibrahim, yang tinggal bersama tiga anaknya di distrik Shambat Khartoum, mengatakan perayaan Iduladha telah menjadi "mimpi yang tak tergapai".
Khartoum telah menjadi medan pertempuran utama antara panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan komandan RSF Mohamed Hamdan Daglo.
RSF mengumumkan gencatan senjata sepihak saat perayaan Iduladha, tetapi banyak warga Sudan yang curiga setelah serangkaian janji gencatan senjata sebelumnya dilanggar oleh kedua belah pihak.
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.