KAIRO, KOMPAS.TV - Setidaknya 60 bayi, balita, dan anak-anak yatim piatu di berbagai panti asuhan di ibu kota Sudan, tewas mengenaskan akibat kelaparan dan sakit selama enam minggu terakhir. Mereka tewas akibat terjebak dalam kondisi mengerikan saat pertempuran berkecamuk di luar.
Sebagian besar bayi dan balita meninggal akibat kelaparan dan demam. Sebanyak 26 bayi meninggal hanya dalam waktu dua hari pada akhir pekan, seperti dilaporkan oleh Associated Press, Rabu (31/5/2023).
Sejauh mana penderitaan anak-anak itu terungkap dari wawancara dengan lebih dari 12 dokter, relawan, pejabat kesehatan, dan pekerja di panti asuhan Al-Mayqoma.
Associated Press juga meninjau puluhan dokumen, gambar, dan video yang menunjukkan kondisi yang memburuk di fasilitas tersebut.
Video yang diambil oleh para pekerja panti asuhan menunjukkan tubuh anak-anak yang terbungkus rapi dalam kain putih menunggu pemakaman.
Dalam rekaman lain, dua puluh empat balita yang hanya mengenakan popok duduk di lantai sebuah ruangan, banyak dari mereka menangis, sementara seorang perempuan membawa dua jeriken air.
Seorang perempuan lain duduk di lantai dengan punggung menghadap kamera, bergoyang-goyang ke depan dan ke belakang, tampaknya menggendong seorang anak.
Baca Juga: Militer Sudan Batalkan Perundingan Gencatan Senjata dengan Kubu Paramiliter, Ini Sebabnya
Seorang pekerja panti asuhan kemudian menjelaskan balita-balita itu dipindahkan ke ruangan besar setelah serangan meriam di dekatnya menyelimuti bagian lain fasilitas dengan debu yang tebal pekan lalu.
"Ini bencana," kata Afkar Omar Moustafa, seorang relawan di panti asuhan tersebut, dalam wawancara telepon. "(Horor) ini adalah sesuatu yang kami perkirakan sejak hari pertama (pertempuran dimulai)."
Di antara yang meninggal adalah bayi berusia tiga bulan, menurut sertifikat kematian serta keterangan empat pejabat dan pekerja panti asuhan yang sekarang membantu fasilitas tersebut.
Akhir pekan tersebut sangat mematikan, dengan 14 anak meninggal hari Jumat dan 12 anak meninggal hari Sabtu di panti asuhan tersebut.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran dan menyulut kemarahan di media sosial, dan sebuah lembaga amal setempat berhasil mengirim makanan, obat-obatan, dan susu formula bayi ke panti asuhan hari Minggu dengan bantuan Badan Anak-anak PBB, UNICEF, dan Komite Internasional Palang Merah.
Para pekerja panti asuhan memperingatkan lebih banyak anak bisa meninggal, dan meminta evakuasi mereka dengan cepat dari Khartoum yang dilanda perang.
Pertempuran untuk menguasai Sudan pecah 15 April, dengan melibatkan militer Sudan yang dipimpin Jenderal Abdel-Fattah Burhan melawan Pasukan Dukungan Cepat paramiliter yang dipimpin Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo.
Baca Juga: Paramiliter Sudan Kian Brutal, Bakar dan Hancurkan Seluruh Desa di Darfur
Pertempuran tersebut mengubah Khartoum dan daerah perkotaan lainnya menjadi medan perang. Banyak rumah dan infrastruktur sipil dirampok atau rusak oleh peluru dan serpihan meriam yang berserakan.
Pertempuran tersebut menimbulkan korban berat di kalangan warga sipil, terutama anak-anak.
Lebih dari 860 warga sipil, termasuk setidaknya 190 anak-anak, tewas dan ribuan lainnya terluka sejak 15 April, menurut Perhimpunan Dokter Sudan yang mencatat korban sipil. Angka tersebut kemungkinan jauh lebih tinggi.
Lebih dari 1,65 juta orang telah melarikan diri ke daerah yang lebih aman di dalam Sudan atau melintasi perbatasan ke negara-negara tetangga.
Orang lain terjebak di dalam rumah mereka, tidak dapat melarikan diri karena pasokan makanan dan air semakin berkurang. Bentrokan tersebut juga mengganggu kerja kelompok-kelompok kemanusiaan.
Lebih dari 13,6 juta anak membutuhkan bantuan kemanusiaan mendesak di Sudan, meningkat dari sekitar sembilan juta sebelum perang, menurut UNICEF.
Hari Senin, terdapat setidaknya 341 anak di panti asuhan tersebut, termasuk 165 bayi berusia satu hingga enam bulan dan 48 anak berusia tujuh hingga 12 bulan, menurut data yang diperoleh oleh AP. Sisanya adalah 128 anak berusia antara satu hingga 13 tahun.
Baca Juga: AS dan Arab Saudi Desak Gencatan Senjata Sudan Diperpanjang, Rilis Pernyataan Bersama
Di antara mereka yang ada di panti asuhan adalah 24 anak yang dikirim kembali dari rumah sakit di Khartoum setelah pecahnya pertempuran.
Rumah sakit tempat anak-anak tersebut mendapatkan perawatan harus ditutup karena kurangnya pasokan listrik atau serangan meriam di sekitar, kata Heba Abdalla, yang bergabung dengan panti asuhan tersebut sebagai anak dan sekarang menjadi perawat di sana.
Juru bicara militer, RSF, kementerian kesehatan, dan kementerian pembangunan sosial, yang mengawasi panti asuhan, tidak menjawab permintaan komentar tentang panti asuhan yang menjadi tempat kematian memilukan puluhan bayi-bayi serta balita tersebut.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.