NEW YORK, KOMPAS.TV — Selama ribuan tahun orang Mesir kuno membuat mumi orang mati untuk mencari kehidupan abadi. Sekarang, para peneliti telah menggunakan ilmu kimia dan kumpulan guci yang tidak biasa untuk mencari tahu bagaimana mereka melakukannya.
Studi mereka, yang terbit hari Rabu, (1/2/2023) di jurnal Nature, didasarkan pada penemuan arkeologi yang langka: Sebuah bengkel pembalseman dengan tembikar berusia sekitar 2.500 tahun. Banyak guci dari situs tersebut masih bertuliskan instruksi seperti "mencuci" atau "untuk dipakaikan di kepala" seperti laporan Associated Press, Kamis, (2/2/2023).
Salah satu bahan yang ditemukan adalah damar dan elemi, sejenis resin yang saat itu hanya terdapat di Asia Tenggara atau Nusantara.
Dengan mencocokkan tulisan di bagian luar bejana dengan jejak bahan kimia di dalamnya, para peneliti mengungkap detail baru tentang "resep" yang membantu mengawetkan tubuh selama ribuan tahun.
“Ini seperti mesin waktu, sungguh,” kata Joann Fletcher, seorang arkeolog di University of York yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut. "Itu memungkinkan kita untuk tidak seperti mengintip dari balik bahu pembalsem kuno, tapi bahkan sangat dekat, lebih dari yang pernah kita dapatkan."
Resep-resep itu menunjukkan pembalsem punya pengetahuan mendalam tentang zat apa yang akan membantu mengawetkan jenazah mereka, kata Fletcher, yang rekannya adalah salah satu penulis studi tersebut.
Mereka memasukkan bahan-bahan dari belahan dunia yang jauh, yang berarti orang Mesir berusaha keras untuk membuat mumi mereka "sempurna mungkin".
Baca Juga: Terkuak, Inilah Sisa Wajah Firaun Amenhotep I, Penguasa Mesir Kuno 1.500 Tahun Sebelum Masehi
Bengkel Pembalseman Mumi Mesir Kuno tersebut, ditemukan pada tahun 2016 oleh penulis studi Ramadan Hussein yang meninggal tahun lalu, terletak di kuburan Saqqara yang terkenal.
Sebagian darinya berada di atas permukaan, tetapi ditemukan sebuah lorong rahasia yang menuju ruang pembalseman dan ruang pemakaman di bawah tanah, tempat guci-guci itu ditemukan.
Di ruangan seperti inilah fase terakhir dari proses berlangsung, kata Salima Ikram, seorang Egyptologist di The American University di Kairo yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.