TAIPEI, KOMPAS.TV - Di banyak negara, momen mantap politisi saat pencitraan biasanya saat difoto sedang menggendong bayi, tetapi beda negara beda gaya.
Seperti dilaporkan The Straits Times, Kamis (24/11/2022), di Taiwan, sayuran dan bumbu dapur seperti lobak dan bawang putih adalah rajanya medium pencitraan saat kampanye politik.
Setiap kali pulau demokrasi berpenduduk 23 juta orang itu memasuki masa pemilihan umum, para kandidat berlomba untuk berfoto dengan hamparan sayuran dan bumbu dapur seperti lobak putih, yang diberikan oleh para pemilih untuk menunjukkan dukungan mereka. Iya, lobak putih besar yang sering dibuat oseng-oseng.
Alasannya adalah kecintaan Taiwan terhadap homonim, yaitu kata-kata yang terdengar identik atau mirip tetapi dapat memiliki banyak arti.
Dalam budaya politik yang diresapi dengan simbol keberuntungan dan takhayul, di mana para kandidat sering meminta saran dari ahli feng shui saat menentukan lokasi atau tanggal pembukaan markas kampanye mereka, foto pencitraan dengan sayuran yang tepat adalah hal yang rutin.
Bawang putih (suan) sangat populer karena ketika diucapkan dalam bahasa Taiwan juga terdengar seperti kata "dipilih".
Lobak daikon (tsai-tao) adalah juaranya karena diucapkan hampir sama dengan "keberuntungan", sedangkan nanas (ong-lai) adalah homonim untuk "kemakmuran akan datang".
Ke Chiong-shu, 60, sudah berjualan sayur-mayur di Pasar Jalan Wuxing di ibu kota Taipei selama lebih dari satu dekade.
Baca Juga: Perwakilan Taiwan di KTT APEC Rupanya Diminta Tak Menghindari Presiden China Xi Jinping.
Banyak kandidat dari distriknya yang mengunjungi pasar itu beberapa pekan terakhir saat Taiwan bersiap mengadakan pemilihan lokal di seluruh pulau pada Sabtu (26/11/2022) nanti.
Kemudian tiba giliran mantan menteri kesehatan Chen Shih-chung yang mencalonkan diri sebagai wali kota Taipei, salah satu jabatan terpenting yang diperebutkan akhir pekan ini, untuk berfoto dengan sayuran.
Ke Chiong-su, sang pedagang sayur, mengambil beberapa lobak dan bawang putih dari kiosnya.
"Semoga Anda terpilih," ucapnya berseri-seri saat Chen dengan bangga berbalik untuk menunjukkan sayuran pemberiannya itu kepada kerumunan yang bernyanyi-nyanyi di belakang.
“Saya memberikan (sayuran) kepada semua kandidat terlepas dari afiliasi partai mereka,” tambah Ke.
“Saya berharap mereka semua terpilih sehingga mereka dapat melayani kita dan berjuang untuk keuntungan kita.”
Setelah meniadakan darurat militer yang sempat berlangsung selama puluhan tahun, Taiwan berkembang menjadi salah satu negara demokrasi paling bersemangat dan progresif di Asia.
Hal itu sangat kontras dengan China yang menganggap pulau itu sebagai provinsi pemberontak yang harus dipersatukan kembali, jika perlu dengan kekerasan.
Rasa-rasanya, Taiwan selalu dalam periode kampanye dan sayur-mayur selalu dilibatkan.
Pemilihan presiden dan parlemen diadakan setiap empat tahun sekali dan sering kali didominasi oleh isu hubungan dengan Beijing.
Baca Juga: Presiden Tsai Ing-Wen Kobarkan Penolakan Terhadap China: Taiwan Milik Rakyat
Selain itu ada pemilihan kepala daerah untuk berbagai posisi, mulai dari jabatan wali kota di kota-kota besar hingga pengurus adat dan kepala desa.
Taiwan juga punya undang-undang referendum yang memungkinkan pemilih untuk secara teratur memutuskan sejumlah masalah konstitusional.
Pemilihan lokal pada Sabtu nanti, misalnya, mencakup referendum tentang apakah akan menurunkan usia pemilih dari 20 menjadi 18 tahun.
Pemilihan lokal cenderung kurang fokus pada geopolitik dan lebih berpusat pada masalah perut seperti jalan yang buruk, upah yang stagnan, dan kenaikan inflasi baru-baru ini.
“Sesuatu yang sangat istimewa tentang pemilihan lokal Taiwan adalah betapa intimnya segala sesuatu,” ilmuwan politik Lev Nachman, yang mempelajari politik pemilihan Taiwan, seperti dikutip oleh Straits Times.
Salam tatap muka dan jabat tangan atau sedikit membungkuk bisa sangat membantu dalam mengumpulkan dukungan untuk seorang kandidat.
“Pemilih yang lebih tua suka melihat politisi mereka di pasar dan di pagi hari keluar di jalanan,” Asisten Profesor Nachman menjelaskan.
Di bawah Presiden Xi Jinping, China menjadi jauh lebih agresif terhadap Taiwan, dan Beijing memutuskan komunikasi resmi dengan pulau itu sejak Presiden Tsai Ing-wen pertama kali terpilih pada tahun 2016.
Baca Juga: Pertemuan Biden dan Xi Jinping: AS dan China Berbeda Soal Taiwan, Tapi Berusaha Kelola Perbedaan
Partai Progresif Demokratik (DPP) pimpinan Tsai, yang memenangi dua pemilihan terakhir, melihat Taiwan sebagai negara berdaulat de facto.
Oposisi didominasi oleh partai Kuomintang, yang menyukai hubungan yang lebih hangat dengan China.
Hubungan dengan Beijing anjlok pada Agustus lalu ketika China melakukan latihan militer besar-besaran di sekitar Taiwan untuk memprotes kunjungan Ketua Kongres Amerika Serikat Nancy Pelosi ke pulau itu.
Namun terlepas dari ancaman konflik yang sangat nyata, drama tersebut mendapat sedikit perhatian menjelang pemilihan pada Sabtu ini.
“Meskipun kami baru saja menjalani latihan militer dengan ketegangan yang sangat tinggi bulan Agustus lalu, itu tidak benar-benar dibicarakan oleh kandidat lokal,” kata Profesor Nachman.
“Sebaliknya, lebih kepada menyerang lawan berdasarkan kualitas karakter mereka,” tambahnya.
Meskipun demikian, Lin Pei-ying, 36, seorang kandidat DPP yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan di wilayah timur laut Yilan, mengatakan dia yakin komitmen partainya untuk mempertahankan cara hidup demokratis Taiwan akan tetap memengaruhi keputusan pemilih.
“Kami mengirim pesan kepada China,” katanya seperti dikutip Straits Times.
“Taiwan adalah Taiwan, China adalah China.”
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.